Minggu, 21 Agustus 2011

Pemilihan Kepala Daerah Kembali Ke Tangan DPRD?


Mendagri: RUU Pemda Segera Diusulkan ke DPR
JAKARTA - Mekanisme pemilihan gubernur bisa saja berubah jika usulan pemerintah yang satu ini disetujui DPR. Melalui Rancangan Undang Undang Pemerintah Daerah, Pemerintah mengusulkan agar mekanisme penetapan gubernur dilakukan melalui DPRD.
Kepastian usulan mekanisme tersebut disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Menurut Gamawan, pemerintah sudah memastikan model penetapan gubernur serta pemilihan langsung kepala daerah di tingkat kabupaten/kota dalam RUU Pemda. “Penetapan (gubernur) oleh DPRD ini setelah mempertimbangkan implikasi-implikasi yang ada,” kata Gamawan usai pidato hari konstitusi di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (18/8).
Gamawan menyatakan, dua faktor yang membuat pemerintah memutuskan mekanisme penetapan gubernur adalah faktor politik uang dan biaya pilkada yang tinggi. Sudah menjadi hal umum, bahwa penyelenggaraan pilgub bisa menghabiskan dana hingga ratusan miliar. “Kalau untuk biaya pemilihan gubernur saja habis Rp 100 miliar, implikasi politiknya sangat tinggi,” ujar Gamawan.
Dalam hal politik uang, kata Gamawan, ratusan miliar dana yang sudah dihabiskan itu bisa menyebabkan terjadinya praktek korupsi. Jika berharap pada penegakan aturan pilkada, saat ini sulit untuk dilakukan pencegahan atas politik uang. “Karena itu, kalau itu tak bisa kita cegah, maka yang kita pilih adalah model perwakilan itu,” kata Gamawan.
Terhadap kekhawatiran bahwa tidak menutup kemungkinan terjadi politik uang di penetapan DPRD, Gamawan juga membenarkan itu. Namun, pencegahannya bisa dilakukan lebih mudah. Salah satu caranya dengan menggabungkan proses verifikasi dan penetapan dalam hari yang sama. “Misalkan saat itu dikoreksi tiga calon, pada hari itu juga dilakukan pemilihan,” kata Gamawan. Bisa juga, lanjut dia, dibahas aturan pengawasan terkait mekanisme pemilihan di DPRD.
Perubahan di pilkada kabupaten/kota, adalah kepastian usulan pemerintah untuk mencalonkan calon kepala daerah (kada) saja tanpa wakil kepala daerah (wakada). Menurut Gamawan, supaya tidak ada konflik dalam perjalanan tugas, maka jabatan wakada akan diajukan oleh kada. Hasil evaluasi Kemendagri menunjukkan, 85 persen pasangan pilkada yang menang, tidak lagi melanjutkan kampanye mereka di kompetisi selanjutnya. “Jadi mereka saat menjabat sudah ada orientasi untuk mencari pengaruh. Ini tidak baik,” ujar Gamawan.

Karena kada dan wakada sibuk sendiri-sendiri, hal ini menimbulkan kebingungan pada staf pemerintah di daerah. Belum lagi jika seorang sekretaris daerah juga ikut maju dalam pilkada. Banyaknya kepentingan juga menghambat perkembangan kabupaten/kota. “Sebanyak 294 daerah anggaran belanjanya diatas 50 persen, ini karena mencari-cari pengaruh itu,” ujarnya, mengingatkan.
Perubahan ini, lanjut Gamawan, diharapkan bisa menjadi faktor untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Dia berjanji akan segera menyampaikan usulan pemerintah ini kepada DPR. “Kita akan dialogkan dengan menyampaikan berbagai pemikiran,” tandasnya.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS Agus Purnomo menyatakan belum bisa berbicara banyak atas draf RUU Pemda Pemerintah. Menurut Agus, Komisi II DPR saat ini masih menunggu realisasi penyerahan draf RUU Pemda yang terus tertunda. “Kita akan bersikap resmi begitu pemerintah menyerahkan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah, red),” ujarnya saat dihubungi.
Namun, yang pasti, kata Agus, tata cara sistem pemilihan juga berbanding lurus dengan kewenangan. Jika kewenangan yang diberikan kepada kepala daerah besar, maka sistem pemilihan langsung harus menjadi pilihan. “Kalau kewenangan (Gubernur) terbatas, saya kira alasan pemerintah beralasan,” ujar dia.
Persoalan biaya politik pilkada, lanjut Agus, sebenarnya bisa disiasati. Jika pilgub selama ini dinilai menghamburkan anggaran, maka opsi pilkada serentak bisa menjadi pertimbangan pemerintah. “Pilkada serentak lebih efisien,” tandasnya. (bay)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman