Minggu, 14 Agustus 2011

Membayar Pajak Itu Mudah. Kalau Bisa Dipermudah Mengapa Dipersulit?


“I am proud to be paying taxes in the United States. The only thing is – I could be just as proud for half the money.” — Arthur Godfrey, entertainer


Beban pajak adalah sesuatu yang wajib harus dibayar oleh masyarakat wajib pajak sesuai dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh pada periode atau masa tertentu. Apakah sebagai pekerja, jasa profesional dan sebagai entrepreneur, maka atas income yang diperoleh terutang pajak.


Pertanyaannya ke mana dan bagaimana caranya untuk mudah membayar pajak?


Direktorat Jenderal Pajak selaku institusi yang diberi mandat oleh pemerintah untuk memungut pajak sudah memberikan ruang dan instrumen seluas-luasnya kepada masyarakat untuk membayar pajak. Loket-loket di bank persepsi, bank devisa, dan kantor pos sudah tersedia untuk menerima pembayaran pajak dari masyarakat. Akan tetapi keluhan umum adalah bahwa membayar pajak tidak mudah termasuk antri loket, mengisi formulir yang ribet, serta kode jenis pajak yang tidak mudah dipahami oleh kalangan awam.


Misalnya pengusaha yang memiliki pekerjaan bebas dan penghasilan dari business income yang melakukan usaha di bidang perdagangan eceran yang mempunyai tempat usaha (outlet) lebih dari satu dan berbeda alamat serta domisili, sudah diatur untuk menyisihkan sebagian sebesar 0,75 % dari omset setiap bulan untuk dibayar sebagai angsuran pajak di muka ke kas Negara melalui bank persepsi yang ditunjuk oleh pemerintah. Hanya saja, bagi wajib pajak harus meluangkan waktu atau menyuruh pegawai atau orang lain untuk antri di loket. Keluhan umum adalah jam buka loket yang terbatas sampai jam 11 pagi setiap hari kerja dan hanya dilayanai oleh satu loket setiap hari.


Perlu dipikirkan oleh pemerintah supaya masyarakat bisa membayar pajak setiap waktu 24 jam tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Bahkan saat liburan atau sedang santai berolahraga dan kongkow bisa melakukan pembayaran pajak melalui internet banking. Tetapi dibutuhkan investasi sistem dan teknologi informasi dan pelatihan SDM yang mumpuni agar masyarakat dipermudah untuk membayar pajak.


Tugas pemerintahlah untuk menginvestasikan sebagian dana yang telah diterima dari masyarakat untuk dialokasikan membangun infrastruktur yang dapat memudahkan masyarakat untuk membayar pajak. Sehingga hasil pajak dapat dirasakan secara langsung bagi kemudahan masyarakat untuk membayar pajak.


Jangan ada muncul adagium yang umum mengenai pelayanan birokrasi yang sudah lumrah, yaitu kalau bisa dipersulit mengapa harus dipermudah? Harus dikembalikan alur pikiran dari perlakuan aparat pajak terhadap masyarakat wajib pajak untuk posisi yang setara. Tanpa kontribusi nyata pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak, maka fungsi dan tugas pemerintah dalam pengelolaan pajak yang diemban oleh Direktorat Jenderal Pajak tidak berjalan dengan sukses.


Supaya masyarakat tidak enggan melaksanakan kewajiban perpajakannya, maka pemerintah perlu melakukan terobosan dalam pengembangan sistem dan prosedur yang dapat mempermudah pembayaran pajak. Semisal dan semudah orang membayar listrik, telpon, dan beban rutin melalui ATM tanpa dibatasi ruang dan batas waktu. Tidak seperti sekarang ini masih dibatasi jumlah outlet perbankan dan kantor pos serta jangka waktu.


Seandainya wajib pajak diberikan kebebasan penuh untuk membayar pajak seiring dengan filosofis self assessment yang dianut oleh pemerintah dalam paradigma pemungutan pajak, niscaya penerimaan pajak akan semakin bertumbuh sejalan dengan peningkatan jumlah masyarakat yang telah memiliki NPWP yang konon sudah menembus angka 16 juta per Agustus 2009.


Okelah, tidak semua pemilik NPWP telah memiliki penghasilan yang sudah mencapai batas ambang treshold untuk dikenakan pajak, yaitu sebesar Rp 15.840.000,- pertahun. Tetapi mengingat potensi aktivitas bisnis baik yang telah memiliki wadah usaha maupun yang masih undercover atau underground economy sangat potensial sebagai sumber penerimaan pajak.


Perlu dipikirkan bentuk kerjasama yang saling menguntungkan antara bank persepsi penerima setoran pajak dari masyarakat dan pemerintah selaku pengemban amanah yang menerima pajak. Sehingga kalangan perbankan tidak setengah hati dalam menjalankan pola yang menampung dana pajak yang sangat besar dan bisa mencapai target 1.000 triliun rupiah di tahun 2015. Dengan mengendapkan beberapa saat saja dana pajak tersebut di rekening penampungan perbankan maka sudah menjadi alternatif pendanaan jangka pendek bagi perbankan.


Tentu saja alternatif lainya seperti memberikan fee based income bagi mereka bisa menjadi cara untuk dapat mengakomodasikan kepentingan bersama. Pada hakekatnya institusi perbankan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menerima setoran pajak dari masyarakat juga bertindak selaku badan usaha yang mempunyai tanggungjawab kepada pemilik. Tanpa ada imbalan atau manfaat yang diterima maka kemudahan yang ingin dinikmati masyarakat pembayar pajak masih dalam batas impian belaka.


Bila perlu masyarakat diberi akses sebebas-bebasnya dengan memiliki rekening khusus bagi tempat penampungan pembayaran pajak dan di online selama 24 jam, sehingga ada motto pembayaran pajak “kapan saja di mana saja” dapat dilaksanakan dengan berhasil. Kemudahan pembayaran pajak juga akan mendapat apresiasi dari masyarakat yang merasakan adanya peningkatan kualitas pelayanan dari pemerintah cq. Direktur Jenderal Pajak dan jajarannya.


Dibutuhkan terobosan yang cepat dan jitu untuk memberikan best service kepada wajib pajak selaku pemegang kuasa yang telah memberikan kepercayaan kepada Ditjen Pajak untuk mengelola pajak yang dibayarkan untuk kemakmuran bersama. Jadi tidak ada kesan bahwa pembayaran pajak masih dimonopoli oleh kalangan berpunya yang dianggap sebagai warga kelas atas yang merasa telah membayar pajak dalam jumlah besar walaupun masih dipertanyakan apakah sudah memenuhi ketentuan.


Seandainya masyarakat memiliki akses dan kemudahan untuk membayar pajak maka yakinlah penerimaan Negara dari sektor pajak akan dapat menjadi tumpuan bagi kelangsungan kehidupan kenegaraan kita. Tidak boleh ada kesan yang muncul “kok membayar pajak aja susah”. Apakah adagium ini akan terus berlangsung di tengah kondisi perekonomian yang serba tidak pasti ini?


Di samping aspek kemudahan membayar pajak maka seyogyanya kepada masyarakat yang jujur dan setia serta tepat waktu membayar pajak layak diberikan apresiasi. Karena berkat pajak yang disetor ke kas Negara maka roda pemerintahan termasuk pembelanjaan birokrasi juga berlangsung dengan lancar. Sudah saatnya perlakuan kepada wajib pajak layaknya sebagai loyalty customer sebagaimana diterapkan oleh perusahaan jasa terhadap pelanggannya. Sehingga minat dan kesediaan untuk membayar pajak semakin meningkat dan dijauhkan dari rasa keengganan baik disengaja atau tidak. Kalau masyarakat mogok membayar pajak, apa yang terjadi dengan roda pemerintahan? Akan terjadi kekacauan birokrasi dan pelayanan serta dapat mengganggu integritas sebagai bangsa yang mandiri.


Dengan pajak dapat meningkatkan kemandirian dalam pembiayaan APBN supaya mengurangi ketergantungan kepada pembelanjaan defisit yang selama ini diterapkan seperti berutang ke asing dan domestik, penjualan BUMN yang tidak selamanya dapat dijalankan.


Marilah wahai masyarakat pembayar pajak selalu memberikan respon yang membangun supaya Anda juga diberi kemudahan dalam membayar pajak. Segera lunasi pajak Anda tetapi bagaimana untuk mengawasi penggunaannya masih merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menetapkan mekanisme yang dapat diakses oleh masyarakat. Dengan mengetahui alur pengunaan pajak yang dipungut dari masyarakat bisa menjadi penyemangat untuk mendorong agar wajib pajak mau dan tepat waktu membayar pajak.


*)

"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman