Jumat, 02 Desember 2011

Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dan Bisnis Kue

Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dan Bisnis Kue:


EDHIE Baskoro Yudhoyono baru selesai menempuh pendidikan diplomanya di Curtin University of Technology, Perth, Western, Australia, 26 Februari 2005, ketika keluarga Cikeas menggelar rapat keluarga untuk membahas masa depan putra bungsu SBY itu.

Materi pembicaan seputar keinginan Ibas — demikian sapaan lajang kelahiran Bandung, 24 November 1980 itu — untuk menerapkan dua gelar diploma yang diraihnya selama tujuh tahun, Bachelor of Commerce Finance dan Electronic Commerce, ke dunia kerja.

Namun, pembicaraan yang berlangsung serius tapi santai itu menemui jalan buntu. Posisi SBY sebagai presiden membuat mereka kesulitan mencari kata temu untuk menentukan bisnis apa yang cocok untuk Ibas. SBY dan anak-istrinya tentu tidak bisa sembarangan melakukan bisnis.

SBY sangat memahami hal itu,” ujar sumber di lingkungan keluarga Cikeas kepada Indonesia Monitor, pekan lalu.

Alhasil, obrolan keluarga yang diselingi hidangan singkong goreng, jajanan pasar, dan teh manis itu pun tidak menghasilkan putusan apapun. Sebagai kepala keluarga, SBY berusaha membesarkan hati putra kesayangannya itu.

“Nggak usah buru-buru. Insya Allah, nanti pasti akan ada jalan,” ujar SBY, seperti diungkapkan sumber.

Hingga suatu hari, masih menurut sumber, kegalauan keluarga Cikeas itu sampai ke telinga seorang konglomerat pemilik usaha food manufacture, salah satu produknya adalah kopi bubuk kemasan merek terkenal. Selama ini, pengusaha keturunan itu sudah kenal dekat dengan keluarga Cikeas.

“Dia menawarkan diri untuk mendidik Ibas berbisnis,” ungkapnya.

Ibas dan ‘suhu bisnisnya’ sepakat memproduksi biskuit dengan merek dagang Bisco di bawah bendera PT Gala Pangan. Setelah itu, mereka mencari lokasi pabrik. Yang dipilih sebagai basis usahanya adalah kawasan industri Jababeka 2, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, sekitar 35 km arah timur Jakarta, tepatnya di Jalan Industri IV Blok PP-3.

Menurut sumber, lokasi PT Gala Pangan berada di bagian belakang kawasan industri Jababeka. Jalanan masuk ke lokasi dulunya rusak parah.

“Namun, setelah tahu di situ dibangun pabrik milik Ibas, pihak pengelola Jababeka langsung meng-hotmix jalan menuju kawasan tersebut,” tuturnya.

Tak hanya aspal hotmix. Sesuai kebutuhan, pabrik dengan omzet 1-2,5 juta dolar AS itu membutuhkan gas LPG dalam jumlah banyak untuk mengaktifkan pengovenan. Saat itu, pipa gas LPG belum masuk kawasan itu. “Tak selang lama, pipa gas dibangun masuk ke kawasan tersebut,” ujarnya.

Kini, PT Gala Pangan sudah berproduksi. Dengan memperkerjakan karyawan sebanyak 150 orang, biskuit produk Gala Pangan dilempar ke pasar ekspor, meliputi pasar-pasar utama di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa Barat, Eropa Timur, Asia Timur, Asia Tenggara, Afrika, dan Oceania.

Ketika Indonesia Monitor berkunjung ke pabrik tersebut, Jumat (12/6) pagi, suasana masih terlihat sepi. Lokasi PT Gala Pangan cukup mewah dan strategis. Dibanding pabrik-pabrik lain di kawasan tersebut, Gala Pangan tampak istimewa.

Pagarnya bagus, halamannya luas, dan bangunan gedungnya terlihat rapi. Terletak di sebuah pertigaan Jalan Industri Selatan IV dan Jalan Industri Selatan V, pabrik Gala Pangan terbagi dalam tiga bagian utama, yakni di bagian depan untuk kantor, bagian sisi kiri dan kanan untuk produksi dan gudang.

Halaman parkir cukup luas. Namun, yang paling istimewa adalah saat pabrik tersebut akan dibangun. “Peletakan batu pertama oleh Pak SBY,” ujar seorang sekuriti PT Gala Pangan kepada Indonesia Monitor. Dia menuturkan, pabrik kue tersebut memang milik Ibas.

Pada awal-awal produksi, Ibas sering datang ke pabrik tersebut. Tapi, menurut dia, akhir-akhir ini Ibas jarang berkunjung. “Pak Ibas sudah lama tidak ke sini. Sejak maju sebagai caleg, dia jarang ke sini, mungkin sibuk,” ujarnya.

Dalam ingatannya, Ibas terakhir datang ke pabriknya sekitar lebaran haji tahun lalu. “Itu pun hanya sebentar,” imbuhnya.

Menurut sekuriti yang namanya dirahasiakan, ia tidak tahu mengapa Ibas jarang berkunjung ke pabrik miliknya. “Sepengetahuan saya, Pak Ibas masih menjadi komisaris di sini. Sebab dulu sebelum maju jadi caleg, dia sering datang ke sini, sekarang saja yang agak jarang,” lanjutnya.

Keterlibatan Ibas dalam bisnis biskuit secara implisit dibenarkah oleh Staf Khusus Ibu Negara Ani Yudhoyono, Nurhayati Ali Assegaf.

Awalnya, Wasekjen Partai Demokrat itu tidak mau mengaku soal bisnis Ibas. “Saya nggak tahu, jujur saya nggak tahu,” ujar Nurhayati kepada Indonesia Monitor, Kamis (11/6).

Setelah didesak, akhirnya ia mengakui, meski tidak yakin. “Jujur saya nggak tahu kalau Mas Ibas punya pabrik itu. Saya memang pernah dengar Mas Ibas, kalau nggak salah, berbinis kue kering. Itu kalau nggak salah ya. Tapi, pastinya saya nggak tahu bisnis apa. Yang saya tahu, Mas Ibas di politik,” paparnya.

Namun, kalau pun benar berbisnis, menurut Nurhayati, tidak ada salahnya, karena bisnis yang digeluti adalah di sektor swasta dan tidak terlibat kerjasama dengan perusahaan BUMN maupun BUMD.

“Apa salahnya anak presiden berbisnis,” gugatnya.

Argumen Nurhayati didukung oleh Sekjen DPP Partai Demokrat Marzuki Alie. Menurutnya, yang dimaksud larangan berbisnis, seperti yang pernah dilontarkan SBY, adalah berbisnis dengan mengambil dana APBN.

“Itu konkretnya. Kalau ada anak pejabat berbisnis, punya pabrik, punya industri yang tidak ada kaitannya dengan pemerintah, tidak ada kaitannya dengan APBN, ya boleh-boleh saja kan,” ujar Marzuki Alie kepada Indonesia Monitor, Selasa (9/6).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman