Rabu, 08 Oktober 2008

Membangun Optimisme pada Anak




Supaya Anak Mampu Bersikap Mandiri dan Berprestasi

“Optimism is the faith that leads to achievement. Nothing can be done without hope and confidence. – Optimisme adalah kepercayaan diri yang memacu kita berusaha mencapai prestasi. Tak satu pun yang bisa kita kerjakan tanpa harapan dan rasa percaya diri.”
Hellen Keller


Optimisme adalah satu hal yang penting bagi orangtua maupun anak-anak. Sebagai orangtua dari dua putra dan satu putri, saya pun ingin membahagiakan anak-anak dan memberikan rasa optimis pada mereka. Tetapi setelah menyaksikan sebuah film tentang perjuangan seorang ayah untuk anaknya, Rick Hoyt, saya menyadari bahwa apa yang sudah saya lakukan ternyata masih sangat sedikit.

Dikisahkan Dick Hoyt dan Judy adalah pasangan suami istri yang dikaruniai tiga orang anak. Putra sulung mereka, Rick tidak dapat bergerak, berbicara, dan berjalan. Rick menderita cacat sejak lahir karena tercekik tali pusar selama dalam kandungan yang mengakibatkan kerusakan pada syaraf otak dan otot-ototnya. Sehingga Rick tidak dapat melakukan gerakan.

Rick jelas tidak dapat hidup secara normal. Para dokter menyarankan agar Rick ditempatkan dalam lembaga khusus perawatan anak-anak cacat. Orangtua Rick tidak sependapat dengan pertimbangan para dokter, karena mereka sangat menginginkan Rick hidup seperti anak-anak normal lain. Mereka percaya bahwa Rick memiliki kepintaran yang luar biasa.

Titik terang mulai muncul ketika mereka bertemu dengan insinyur lulusan Universitas Tufts. Setelah melalui rangkaian penelitian, para insinyur tersebut mendapati bahwa otak Rick masih berfungsi normal. Mereka sepakat menciptakan sebuah sistem komputer yang dapat mengartikan makna gerakan kepala Rick, yang paling lembut sekalipun, menjadi kata-kata.

Dengan komputer itulah Rick mulai berkomunikasi. Ia mengungkapkan kata pertama yaitu, “Go Bruins!” The Boston Bruins adalah salah satu tim yang berlaga dalam final Stanley Cup. Dari sanalah mereka mengetahui Rick gemar acara olah raga. Selanjutnya, marilah kita teladani bagaimana Dick dan Judy memanfaatkan sistem komputer itu untuk mengetahui keinginan, pemikiran dan mendidik Rick, hingga anak itu memiliki optimisme untuk menjalani kehidupan normal termasuk melanjutkan pendidikan dan berhasil menyandang gelar sarjana dari Universitas Boston pada tahun 1993.

Satu hal yang teristimewa dari pasangan Dick dan Judy adalah kasih sayang dan perhatian mereka yang luar biasa kepada Rick. Kasih sayang merupakan salah satu sinergi yang memacu optimisme dalam kehidupan anak. Rick mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tuanya sehingga ia memiliki sikap optimis melebihi dari yang ia butuhkan.

Diungkapkan bahwa pada tahun 1975 saat masih berusia 13 tahun, Rick sudah berinisiatif untuk memotivasi semangat hidup seorang pemain bisbol kenamaan yang lumpuh akibat kecelakaan. Ia berkata pada ayahnya, “I have to do something for him... to let him know life does not end when you become paralyzed. – Saya harus berbuat sesuatu untuk dia… agar dia mengerti hidup ini tidak akan berakhir hanya karena lumpuh.”

Selain mencurahkan kasih dan sayang, Dick Hoyt juga mengajak Rick beraktifitas di luar rumah, yaitu berlari sejauh 5 mil. Pengalaman itu telah meningkatkan semangat hidup Rick jauh lebih tinggi. “Untuk pertama kalinya, aku merasa tidak cacat seumur hidupku,” aku Rick kepada ayahnya.

Dari sanalah kita dapat melihat bagaimana Dick berusaha memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan hal yang baru. Memberikan kesempatan pada anak untuk mencoba hal-hal yang baru sangat efektif meningkatkan optimisme anak. Khususnya terhadap Rick, pengaruh dari aktifitas dan pengalaman baru yang ia alami telah meningkatkan kekuatan mental sekaligus fisiknya.

Satu hal yang mesti kita ketahui bahwa proses kehidupan ini akan terus berlangsung. Jika anak-anak diperkenankan untuk mencoba hal baru, secara tidak langsung mereka juga berhubungan dengan kegagalan maupun kesuksesan. Maka mereka akan berusaha menahklukkan ketakutan. Dari sanalah seorang anak akan mendapatkan pengalaman untuk beradaptasi terhadap perubahan. Pengalaman tersebut juga akan memberikan rasa optimis dan percaya diri saat nantinya ia harus berhadapan dengan tantangan.

Sebagaimana diceritakan bahwa Dick berusaha memberikan kesempatan kepada Rick untuk mengikuti lari maraton. Pada tahun 1975 memang peserta khusus dapat menggunakan kursi roda, tetapi tidak ada ketentuan yang membenarkan peserta didorong dalam kursi roda. Tetapi Dick tetap mengikuti lari maraton untuk pertama kalinya pada tahun 1981 tanpa menggunakan nomor peserta sambil mendorong putranya di kursi roda. Walaupun banyak orang berpikir skeptis terhadap tindakan mereka, tetapi pengalaman itu sangat mempengaruhi optimisme Rick. “Hanya dengan berlari, aku tidak merasa cacat,” ujar Rick pada sang ayah.

Mendengar ungkapan Rick, sang ayah bertekad untuk membawa putranya berpetualang lebih jauh di dunia yang ia sukai, yaitu dunia olah raga lari. Setidaknya Dick sudah mengikuti 85 kali lomba maraton sambil mendorong kursi roda putranya, membonceng Rick lomba bersepeda sejauh 112 mil. Pada tahun 1992, Dick mengikuti lomba melintasi pegunungan Amerika sejauh 3735 mil dalam 45 hari sambil membonceng putra tercinta. Total dalam 25 tahun, mereka berdua sudah mengikuti sedikitnya 910 perlombaan, termasuk 85 kali maraton (26,2 mil), 25 kali Marathon Boston, 212 triathons dan 20 kali Duathlons.

Dick mengikuti berbagai kejuaraan olah raga lari atau bersepeda ke penjuru negeri demi memenuhi keinginan putranya yang menyukai dunia olah raga tersebut. Dukungan Dick pada pilihan Rick sangat mempengaruhi optimisme dalam diri Rick. Dari sana kita dapat memetik pelajaran bahwasanya dukungan orang tua terhadap pilihan anak merupakan faktor yang paling mempengaruhi perkembangan pola pikirnya, menjadi lebih bebas, kreatif dan optimis. Hal itu terbukti pada Rick, dukungan sang ayah menjadikan Rick lebih optimis tanpa dibayangi kekhawatiran karena kekurangan yang ia miliki.

Hal itu terungkap oleh ungkapan kalimat-kalimat Rick berikut ini; “When I am running, my disability seems to disappear. It is the only place where truly feel as an equal. Due to all the positive feedback, I do not feel handicapped at all. Rather , I feel that I am the intelligent person that I am with no limits. I have a message for the world which is this : To take time to get to know people with disabilities for the individuals they are.”

“Bila aku sedang berlari, kurasa cacat dalam diriku seakan sirna. Aku merasa sama seperti yang lain. Di sanalah aku melihat diriku secara positif, sama sekali tak merasakan cacatku. Aku merasa begitu cerdas, dan tidak terbatas. Aku berpesan pada dunia agar menyisakan sedikit waktu untuk berusaha memahami orang-orang yang cacat sebagaimana diri mereka sendiri.”

Kisah selanjutnya, kiprah mereka di dunia olah raga menarik perhatian khalayak ramai. Rick dan Dick terkenal dengan nama “Tim Hoyt”. Sementara optimisme dan semangat di dalam diri mereka telah menjadi inspirasi banyak orang. Mereka berdua sering diundang sebagai nara sumber utama dalam bermacam seminar motivasi dan mendapatkan berbagai jenis penghargaan dari pemerintah Amerika sendiri maupun perusahaan-perusahaan swasta diantaranya Living Legends Sports Award, Lifetime Achievement Award, Father and Son of The Year Award dan True Ironman Award.

Semangat dan upaya Dick sangat luar biasa dan menyentuh hati. “There is nothing in the world that the both of us cannot conquer together. – Tidak satu pun tantangan di dunia ini yang tidak dapat kami tahklukkan bersama,” ujar Dick Hoyt yang kini sudah pensiun dari tentara angkatan udara Amerika Serikat dengan pangkat terakhir letnan kolonel. Dikisahkan bahwa semangat dan upaya Dick sampai-sampai mendapat perhatian khusus dari seorang anggota kongres Amerika Serikat, John J. Duncan, Jr. Ia menyebut Dick Hoyt sebagai ‘The strongest dad in the world – Ayah terkuat di dunia’.

Kita dapat belajar dari semangat dan bagaimana Dick berupaya keras. Cacat yang diderita anaknya tidak membuat Dick hanya meratapi, melainkan berusaha melakukan sesuatu agar anaknya mampu berprestasi dan memiliki semangat atau optimisme dalam menatap masa depan. Putra sulung Dick itu sekarang sudah mampu hidup mandiri dengan bekerja sebagai seorang asisten lab di Boston College.

Rick menatap masa depan dengan penuh semangat, optimis dan harapan besar. “The thing I’d most like is that my dad sit in the chair and I push him once. – Satu hal yang paling saya inginkan adalah ayah saya duduk di kursi roda ini dan kemudian saya yang mendorongnya dari belakang,” kata Rick menyatakan harapan untuk sang ayah tercinta. Dick Hoyt dan Judy adalah cermin orangtua yang sangat ideal dalam hal memberikan optimisme pada anak. Kita dapat belajar dan meniru semangat mereka berdua dalam membesarkan anak-anak tercinta. Karena bagaimanapun keadaan anak-anak kita, mereka adalah buah hati termahal amanah dari Tuhan YME yang harus kita jaga sebaik-baiknya.[]

* Andrew Ho adalah seorang motivator, pengusaha, dan penulis buku best seller. Ia baru saja meluncurkan buku terbarunya yang berjudul Life is Wonderful (Kiss Publishing, 2006).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman