Selasa, 21 Oktober 2008

LOW COST CARRIER: MAU MURAH ATAU SELAMAT? -

Oleh: Enggar K. Ruwino

Berbagi cerita tentang kemajuan teknologi sekarang ini memang merupakan topik yang menyenangkan untuk dibicarakan seperti halnya juga bidang penerbangan. Saat ini, dalam dunia bisnis penerbangan di Indonesia mulai diperkenalkan dengan jasa pengangkutan udara bertarif murah, atau yang biasa disebut dengan low cost carrier. Tren penggunaan jasa angkutan udara jenis low cost carrier ini sama persis seperti yang pernah saya alami waktu saya di Eropa. Semua menginginkan fasilitas ekslusif dengan biaya murah.

Di setiap bidang usaha penyedia jasa pastilah dapat kita rasakan dan lihat terdapat segi keuntungan dan kelemahannya. Begitu pula dengan bidang bisnis penerbangan ini. Berbicara mengenai keuntungan di bidang usaha ini, kita semua tahu dan paham bahwa dengan menggunakan jasa pengangkutan udara merupakan salah satu cara kita dalam menghemat waktu (efisiensi waktu) rencana perjalanan kita yang cukup jauh. Kecuali bicara dari segi efisiensi waktu, harga (fares) yang wajib kita bayar untuk bisa menikmati jenis low cost carrier adalah bersifat murah. Jadwal terbang pun bisa menjadi alternatif pilihan, apabila kita terbentur pada pilihan jadwal terbang yang ditawarkan oleh perusahaan pengangkut udara yang lainnya. Setelah kita bicara tentang keuntungan, dapat dipastikan kita juga merasakan kelemahan-kelemahan dalam menikmati jasa layanan low cost carrier ini.

Adakah kita sadar bahwa kita dituntut untuk tiba di bandara untuk melakukan registrasi penumpang dan barang minimal dua jam sebelum waktu keberangkatan? Hal ini pun pernah saya alami waktu saya menggunakan jasa angkutan udara low cost carrier di Eropa. Selain itu, kita juga ikut antre masuk berdesakkan, sesak dan tentunya melelahkan. Ada kalanya antrean menjadi tidak teratur. Ini bisa dikategorikan dalam ketidaknyamanan yang kita alami.

Melanjutkan dari proses awal sebelum penerbangan yang terjadwal dan tertulis di boarding pass berangkat, delay, keterlambatan waktu terbang, bisa mengakibatkan banyak kerugian bagi para calon penumpang jasa layanan ini. Walaupun dalam penghargaan waktu bagi setiap orang berbeda-beda, namun hal keterlambatan tersebut tentu dampaknya sangat merugikan orang yang bersangkutan.

Hal keterlambatan ini juga merupakan bagian dari ketidaknyamanan yang terakibat kepada calon penumpang jasa low cost carrier ini. Sebenarnya, hal keterlambatan waktu terbang ini diatur juga di aturan internasional. Bahwa, keterlambatan ini bisa dikenakan penggantian kehilangan seperti halnya kehilangan barang bawaan yang terdaftar di waktu kita melakukan registrasi.

No seat number. Saat kita memasuki ruang badan pesawat (cabin), kita juga kembali dihadapkan kepada ketidaknyamanan. Tidak terdapatnya nomor kursi untuk kita tempati selama perjalanan di udara. Jadi, kita harus berhadapan lagi dengan antrean, keributan, kekacauan, dan lain sebagainya. Lalu, beberapa saat pesawat terbang meninggalkan landasan, kita di dalam perjalanan tidak memperoleh konsumsi, baik makanan maupun minuman. Semua adalah merupakan akibat dari pemangkasan tarif yang wajib kita bayar harganya untuk menikmati jasa angkutan udara ini.

Hal yang paling mengkhawatirkan dari sharing kita ini, kemungkinan tidak banyak orang yang tahu soal hal tidak terdapatnya jaminan asuransi perjalanan yang disediakan oleh perusahaan low cost carrier ini. Aspek asuransi, merupakan salah satu jenis bentuk bidang usaha yang keberadaannya menjadi sangat penting, apabila terjadi sesuatu atau lebih spesifik terjadi kecelakaan atas diri kita yang sedang melakukan perjalanan dengan menggunakan pesawat udara. Walaupun tentunya, kita tidak akan pernah mengharapkan hal yang terburuk tersebut terjadi.

Pemangkasan biaya pun menjadi jelas. Karena, pihak perusahaan pengangkut udara tidak harus membebankan biaya dengan harga mahal akibat keharusan membayar sejumlah premi asuransi keselamatan dan kehilangan bagi para penumpang serta barang yang terdaftar diangkut.

Pada dasarnya, dengan menggunakan asuransi merupakan salah satu cara untuk mengatasi atau mengalihkan kerugian yang mungkin terjadi kepada pihak perusahaan asuransi. Dan, ini merupakan tren kelompok masyarakat modern dalam pengalihan tanggung jawabnya apabila terjadi kerugian atas risiko yang akan terjadi. Hal tersebut terkait dengan faktor risiko, serta dimaksudkan untuk mengatasi masalah kesulitan akan kelancaran ekonomi perusahaan jasa pengangkut udara tadi.

Selain itu, aturan tentang asuransi penerbangan juga disebut di dalam hukum internasional. Semuanya memang sengaja diatur, yang sepertinya dipaksakan oleh hukum internasional kepada masyarakat dunia untuk alasan keselamatan bersama.

Indonesia yang merupakan negara kepulauan pasti membuka lahan yang sangat luas bagi adanya penerbangan domestik. Melintasi pegunungan, perairan, atau melakukan kegiatan penerbangan di malam hari pun sudah bukan hal istimewa lagi sekarang ini.

Namun, ada kalanya hukum nasional yang mengacu pada hukum internasional tentang penerbangan terasa “silent” untuk penerbangan domestiknya. Padahal, semua kembali lagi merupakan kepentingan bersama; keselamatan dan keamanan penumpang, barang, dan kargo yang diangkut tersebut.

Asuransi penerbangan sebenarnya berbentuk sama persis seperti asuransi kendaraan bermotor, katakanlah mobil. Mengapa demikian? Karena bila terjadi suatu kerugian, yang terlindungi adalah penumpang dan barang bawaan yang ada dan terbawa di dalam mobil tersebut.

Namun, ada satu perbedaan yang kiranya jadi cukup mendasar. Khusus untuk penerbangan jenis ini, semua aktivitasnya dialihkan ke bandara-bandara kelas dua dan/atau kelas tiga. Mengapa demikian? Karena Pemerintah Uni Eropa paham betul bahwa penerbangan ini akan mengganggu kelancaran jadwal penerbangan dengan normal cost carrier. Alasannya bermula dari landasan pacu, run away, saat take off dan landing. Hal ini akan menyebabkan adanya banyak kendala. Perlu beberapa saat untuk saling bergantian untuk menggunakannya. Juga daya tampung bandara jadi lebih longgar.

Setelah kita selesai melakukan perjalanan dengan menggunakan low cost carrier ini, tentunya kita perlu melanjutkan perjalanan hingga tiba di tujuan akhir kita, bukan? Di Indonesia, sepertinya lebih manusiawi. Selarut apa pun kita tiba di bandara tujuan, masih ada jasa transportasi berikutnya, semisal seperti bus atau bahkan taksi. Tapi, di Eropa ada durasi waktu tertentu untuk beroperasinya angkutan umum.

Saya sempat, mau tidak mau, harus menginap di bandara tujuan, sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan hingga sampai di rumah. Alhasil, saya dan teman-teman rombongan istirahat dengan tempat seadanya serta wajib waspada terhadap hal-hal yang tidak diinginkan. Kondisi seperti ini akan kita dapati di bandara-bandara yang menampung penerbangan low cost carrier, yaitu di bandara kelas dua dan/atau kelas tiga. Semua sepertinya terasa sangat menyedihkan, layanan diklaim eksklusif tapi dengan kenyataan yang begitu minim.

Namun, semua ini kembali lagi kepada kebutuhan dan kepentingan kita masing masing. Bagaimana menurut Anda? Pilihan ada di tangan Anda.[ekr]

* Enggar K. Ruwino adalah pemerhati masalah hukum penerbangan yang menempuh pendidikan pascasarjananya di Belanda. Alumnus Workshop SPP Writing Skill for Executives and Managers Angkatan Ke-8 ini dapat dihubungi di:

[Pembelajar.Com::]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman