Senin, 03 November 2008

SUDAH JATUH TERTIMPA TANGGA
Oleh Riyanto. S

Hampir semua orang tahu dan pernah mendengar peribahasa di atas. Bahkan, mungkin tidak sedikit yang sudah mengalami dan membuktikan sendiri. Dan memang begitulah yang sering terjadi. Ketika seseorang tengah mengalami sebuah kegagalan maka biasanya akan diiringi dengan kegagalan dan kecelakaan berikutnya.

Dalam dunia usaha pun berlaku peribahasa di atas. Ketika seseorang mengalami kegagalan maka yang terjadi selanjutnya adalah rentetan peristiwa buruk yang semakin memperparah keadaan. Ketika seorang pengusaha mengalami kegagalan dalam bisnisnya maka biasanya rekanan, supplier dan pelanggannya akan meninggalkannya. Hutang-hutangnya akan segera ditagih karena si pemberi pinjaman (creditor) khawatir kalau sampai yang bersangkutan bangkrut maka dia tidak akan mampu lagi membayar hutang tersebut.

Kondisi yang lebih parah lagi adalah ketika kemudian si pengusaha ditinggalkan istri dan anak-anaknya, dikucilkan oleh keluarga besarnya, dijauhi oleh kawan-kawannya, dan tidak lagi dipercaya untuk menjalankan dan menjalin hubungan bisnis dengan siapa pun.

Mengapa semua ini bisa terjadi dalam hidup kita? Jawabannya adalah karena mentalitas dan pola pikir kita. Selama ini kita menganggap bahwa segala sesuatu yang sudah menjadi tradisi dan kebiasaan adalah sesuatu yang bersifat rigid dan tidak perlu di pertanyakan kembali. Seperti contoh dan berkaitan dengan peribahasa di atas, maka orang akan percaya dan menyerahkan sepenuhnya semua urusan kepada proses alamiah. Karena, hal tersebut sudah dianggap sebagai sesuatu yang sudah selayaknya dan seharusnya terjadi.

Kemalangan akan menimpa orang yang susah dan sengsara. Orang yang mengalami kegagalan akan menderita karena tekanan selanjutnya akan semakin besar. Inilah mentalitas pecundang yang mudah menyerah kepada keadaan sehingga secara tidak sadar akan menggerakakan energi negatif dan mendatangkan kemalangan berikutnya kepada diri kita.

Demikian halnya dengan pola piker negatif, ketika kita mengalami kegagalan maka kita seringkali menghakimi diri kita sendiri bahwa kita adalah orang yang lemah dan tidak mampu. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Mudah ditebak, kemalangan-kemalangan dan kegagalan akan terus menimpa kita tanpa ampun lagi dan secara simultan dan akumulatif akan mempercepat proses kehancuran kita. Orang lain akan memandang kita sebagai pecundang yang tidak pantas diberi kepercayaan, komitmen bahkan kesempatan untuk membuktikan bahwa kita bisa.

Sekarang bagaimana seandainya peribahasa diatas saya ganti seperti ini, “BIARPUN BERKALI-KALI JATUH TETAP BISA TERTAWA”. Apakah menurut pembaca sekalian akan ada bedanya terhadap mentalitas dan pola piker kita? Biasanya ketika ada orang yang jatuh atau gagal maka yang akan mentertawakan adalah orang lain atau orang yang berada di sekitarnya, dan orang yang ditertawakan secara psikologis akan mengalami kejatuhan mental dan hilangnya kepercayaan diri.

Tetapi di sini menjadi berbeda karena yang menertawakan justru diri kita sendiri. Anda tahu perbedaannya? Ya..ketika kita mampu menertawakan diri dan perilaku bodoh kita maka kita akan bisa menuju kebijaksanaan, mampu berintrospeksi dan memperbaiki keadaan diri. Selain itu yang harus dicatat adalah bahwa dengan tertawa maka energi yang keluar adalah energi positif, sikap dan pola piker kita akan tetap positif dan secara tidak sadar akan menggerakakan seluruh potensi untuk menuju hasil positif.

Dengan sikap seperti ini maka kita tidak memberi kesempatan orang lain untuk merendahkan kita, menghinakan kita dan menurunkan kepercayaan diri kita serta tidak ada celah untuk kemalangan berikutnya menghampiri kita dengan memanfaatkan momen tersebut. Bahkan secara tidak disadari kita telah memberikan suntikan energi positif kepada lingkungan tempat kita berinteraksi sehingga akan menimbulkan kepercayaan kepada kita untuk membuktikan dan mengambil kesempatan kedua yang datang karena kita telah membuatnya datang.

Dalam kasus seperti ini kira-kira orang lain akankah tetap percaya kepada kita? Apakah pelanggan akan meninggalkan kita? Atau istri dan anak kita akan lari dari kita? Apakah kita akan tertimpa tangga? Saya punya keyakinan bahwa tangga pun akan berpikir dua kali kalau mau jatuh kepada orang yang punya mental juara dan pola pikir yang positif, karena alih-alih menimbulkan kesakitan justru akan ditertawakan.(rs)

* Riyanto Suwito adalah praktisi akuntansi dan keuangan, pemerhati kewirausahaan, aktivis PKPEK – Perkumpulan untuk Kajian dan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan, Jogja. Dapat dihubungi di email: rushputty@yahoo.com & HP. 08122712426

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman