Senin, 17 Oktober 2011

Tak Perlu Takut Melanjutkan Studi ke Jepang

Tak Perlu Takut Melanjutkan Studi ke Jepang:



— Gempa berkekuatan 8,9 skala Richter yang terjadi di Jepang pada 11 Maret 2011 lalu tercatat sebagai gempa terbesar sepanjang sejarah Negeri Sakura. Tak lama setelah gempa, gelombang tsunami dahsyat pun akhirnya meluluhlantakkan berbagai kota di Jepang. Tak kurang dari 20.000 orang dikabarkan tewas, sedangkan lebih dari 80.000 orang lainnya dievakuasi.

Berselang 7 bulan kemudian, Jepang mulai berbenah. Tetapi, bayangan akan dahsyatnya tsunami pada Maret lalu membuat banyak warga asing ketakutan. Dampaknya, tak sedikit yang membatalkan rencana studi ke Jepang. Komisaris Pandan College Richard Susilo mengatakan, kekhawatiran itu tidak hanya terjadi di benak para pelajar Indonesia yang hendak belajar ke Jepang.

"Tapi kekhawatiran yang sama juga terjadi untuk negara-negara lain seperti China dan Amerika," kata Richard, Minggu (16/10/2011), di sela Japan Education Fair in Indonesia, di Jakarta.

Dalam pameran pendidikan Jepang ini, ia mengakui, hampir semua orangtua dan calon peserta didik selalu menanyakan kondisi Jepang pascatsunami. Namun, menurutnya, minat pelajar Indonesia untuk melanjutkan studi ke Jepang tidak mengalami penurunan.

"Justru semakin besar minatnya karena semakin banyak investasi Jepang di Indonesia yang membutuhkan tenaga profesional yang mengerti bahasa Jepang," katanya.

Kalaupun masih tersisa kekhawatiran, hal itu lebih kepada dampak radioaktif pascatsunami. Namun, menurut Richard, kekhawatiran itu tak cukup beralasan. Sebab, ketakutan itu karena pemahaman yang masih minim akan kondisi Jepang terkini.

"Memang Fukushima yang paling terkena dampak terparah, tapi tetap saja masih aman. Ini yang masih belum dipahami," ujar Richard.

Ia menjelaskan, tingkat radioaktif di wilayah Fukushima masih dalam kewajaran. "Di lokasi itu sekarang 3 micro cievert kadar radioaktifnya. Biasanya 0,001 micro cievert. Padahal, kalau dianggap berbahaya itu di atas 20.000 micro cievert, jadi masih aman," jelasnya.

Bila masih ada kekhawatiran, Richard menyarankan untuk memilih sekolah di bagian selatan Tokyo, seperti di Osaka, Fukuoka, dan Hiroshima. Hingga saat ini, ada sekitar 20.000 orang Indonesia yang tinggal di Jepang. Sekitar 3.000 orang di antaranya merupakan pelajar yang menempuh studi baik kursus bahasa Jepang maupun perguruan tinggi.

"Kami optimistis ini akan terus meningkat dan seiring dengan waktu orang akan semakin tenang mengirimkan anaknya ke Jepang untuk sekolah," kata Richard.

Sementara itu, PR Manager Tokyo Riverside School, Ines FY NG, mengungkapkan, kegiatan belajar mengajar di Tokyo praktis sudah berangsur normal. "Bulan Mei itu memang listrik sempat mati, tapi sekarang sudah baik semuanya. Enggak terlalu berpengaruh," ujar dia.

Ines mengatakan, pelajar Indonesia yang hendak ke Jepang tidak perlu khawatir karena kondisi Tokyo tidak terlalu terpengaruh dampak tsunami. "Jangan takut, asal ada niat dan fokus akan visi misi untuk belajar di Jepang, pasti akan baik-baik saja," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman