Kamis, 30 Oktober 2008

CUSTOMER IS NOT A KING

Oleh: Mugi Subagyo

Kesalahan utama penyebab jatuhnya perusahaan yang pernah saya bangun lebih dari 3 tahun adalah sebuah idiom: “Customer is a King”. Idiom ini cukup melekat kuat di hati dan pikiran kami sebagai pelaku dunia usaha, bahkan menjadi nyawa dalam menjalankan bisnis. Langkah-langkah kebijakan yang kami buat berlandaskan slogan tersebut, membuat keputusan menjadi tidak realistis, lebih mengutamakan pelanggan, bahkan banyak strategi bisnis yang digelontorkan adalah hasil dari intimidasi pelanggan.

Keyakinan menganggap pelanggan sebagai seorang raja, membuat situasi menjadi tidak kondusif. Sebagai contoh, ada seorang karyawan yang demi kedekatannya dengan pelanggan, menceritakan keburukan-keburukan manajemen perusahaan atau kejelekan rekan kerjanya, padahal si pelanggan tersebut tidak menanyakannya. Hal ini dimungkinkan, sebab si karyawan beranggapan dengan bercerita lebih dalam, akan membawa kedekatan yang lebih intim (personal) pada pelanggannya. Bahkan tidak jarang mereka melanggar aturan atau prosedur kerja yang telah ditetapkan, dengan alasan, bahwa itu semua keinginan pelanggan. Mereka berpikir bahwa Pelanggan adalah Raja, jadi harus dituruti semua keinginannya, karena keinginan seorang raja adalah titah.

Benarkah pelanggan adalah raja? Benarkah Pelanggan tidak pernah salah? Karena seorang raja selalu benar. Mengapa tidak jujur saja, bahwa dalam bisnis kita mencari keuntungan, bukan sekedar mencari pelanggan sebanyak-banyaknya. Karena pelanggan yang banyak jika hanya merugikan perusahaan, untuk apa dipertahankan. Apalagi banyak dunia usaha yang menjadikan idiom ini hanya sebagai pemikat terhadap calon pelanggan.

Pelanggan bukanlah raja.

Sikap yang tepat dalam memperlakukan dan menganggap pelanggan, adalah dengan memperhatikan hal-hal nyata berikut ini:

Memposisikan Pelanggan
Slogan yang dicanangkan perusahaan dengan menempatkan pelanggan sebagai raja, adalah sebuah pedagogi yang buruk, bahkan menjadikan citra pelanggan sebagai orang bodoh yang tak mengerti teknis. Pelanggan akan tinggi hati dan menuntut dunia usaha untuk melayaninya dengan bekerja benar (menurut kepentingan pelanggan), karena si Pelanggan merasa telah mengeluarkan uang untuk membayar. Seorang customer service atau karyawan lain yang berurusan dengan pelanggan macam ini, akan berpikir bahwa mereka berurusan dengan orang kaya yang tidak pintar. Karena setelah diberi penjelasan atas keluhannya, si Raja ini tidak mau tahu masalahnya, dia hanya mau beres. Padahal tiap permasalahan yang ada, bagi si karyawan atau dunia bisnis lainnya adalah sesuatu yang perlu dibereskan secepatnya, mereka sendiri tidak menginginkan ada masalah.

Inti dari slogan ini sebenarnya adalah pola pikir yang berorientasi pada kepuasan konsumen/pelanggan. Sekilas jargon ini tampak cocok untuk sebuah bisnis dengan komoditas utamanya adalah produk, atau lebih spesifik lagi berjenis consumer product. Selain itu, beberapa karakter bisnis bidang jasa juga bisa nampak seperti ini; misalnya transportasi. Di mana hampir semua maskapai penerbangan berusaha sebaik-baiknya dalam memberikan pelayanan. Ada model membership seperti GFF (Garuda Friquent Flyer), ada online reservation seperti Air Asia, pelayanan yang sangat ramah dan masih banyak lagi.

Tidak semua bisnis jasa bisa menganggap konsumennya adalah raja, misalnya kesehatan atau bisnis pendidikan. Sebagai contoh adalah rumah sakit, di mana pasien adalah konsumen. Kepuasan konsumen disini adalah kesembuhan bagi dirinya. Lantas masihkah berlaku dengan mengatakan pasien adalah raja? Jika jawabannya: Ya, maka pihak rumah sakit wajib melakukan apa saja yang diinginkan pasien. Sedangkan dalam proses penyembuhan atau proses terapi, membutuhkan keterlibatan dari pasien itu sendiri. Pasien dapat berkompromi selama masih dalam anjuran pihak rumah sakit. Proses penyembuhan ini terkadang malah tidak menyenangkan, namun selama pasien dapat bekerjasama, niscaya kesembuhan bisa didapat. Begitu pula dalam dunia pendidikan, kepuasan konsumen atau para siswa adalah mendapat ilmu atau keterampilan yang baik. Hal ini juga melibatkan siswa untuk memperoleh tujuan dengan didampingi guru/instruktur, karena perlu diingat, bahwa sebaik apa pun sebuah sekolah atau lembaga pelatihan keterampilan, tidak ada yang bisa mencetak siswa menjadi sempurna, tanpa kemauan atau keterlibatan dari diri siswa itu sendiri.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa menempatkan konsumen sebagai raja, akan membawa dampak buruk bagi kemajuan dunia usaha. Bukankah lebih baik, bila kita menempatkan konsumen sebagai mitra/rekan kerja yang saling berkorelasi. Rekan kerja harus mempunyai andil dalam mencapai tujuan bersama. Artinya bila konsumen mengharapkan kepuasan akan sebuah produk baik barang ataupun jasa, maka pelanggan tersebut juga ikut memenuhi kewajibannya untuk dapat memperoleh haknya.

Win-win Transaction
Bila konsumen/pelanggan/customer adalah mitra dari perusahaan, maka ia akan memberikan andil yang berguna bagi kemajuan usaha. Dari produk barang atau jasa yang ia pilih, ada timbal balik yang sesuai dengan nilai yang dibayarnya, sehingga kedua pihak mendapat keuntungan. Perusahaan memberikan produk terbaiknya, pelayanan yang diutamakan, juga ajakan kepada konsumen untuk menyumbang saran demi perbaikan yang berkelanjutan. Disini terjadi simbiosis yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

Berbeda jika dunia usaha menganggap konsumennya raja, maka dengan alasan takut kehilangan pelanggan, kemudian melakukan semua permintaan pelanggan. Banyak kita jumpai pelanggan yang berpura-pura mengeluh tentang buruknya suatu produk, agar mereka mendapatkan potongan harga sebanyak-banyak, bahkan jika mungkin; gratis. Ada pula pelanggan yang memberitahu tentang harga yang terlalu tinggi dibandingkan tempat lain, maka sebagai pihak penjual produk, kita harus dapat meyakinkan ke pelanggan akan kelebihan atau keistimewaan dari produk bila dibandingkan dengan tempat lain.

Bob Sadino, seorang entrepreneur sejati, pernah mencontohkan tentang karyawannya yang menurunkan harga kangkung di supermarketnya dari Rp 6.000,- menjadi Rp 400,-; hasilnya kangkung tersebut tidak laku terjual. Konsumen merasa kangkung yang dijual adalah kangkung mutu rendah, sehingga pasti tidak baik dan tidak enak untuk dikonsumsi. Ada nilai psikologis yang membuat pembeli merasa berbeda saat mengonsumsi kangkung mahal, mereka makan sambil menghitung diam-diam kangkung mahal tersebut, dan ia nikmati. Ini adalah contoh bagus tentang trik marketing.

Bedakan Pelanggan dengan Kriminal
Seorang pengusaha harus mampu membedakan potensi yang dimiliki masing-masing pelanggan, artinya tidak hanya memandang pelanggan yang notabene sebuah perusahaan besar, tapi perlu juga dilihat track record-nya. Beberapa perusahaan besar tidak memiliki potensi yang juga besar sebagai pelanggan. Mereka cenderung mengulur waktu pembayaran, dan tak jarang berbilang bulan bahkan tahunan. Pelanggan seperti ini, menurut FX Tjokro Hadi Soesilo (Pakar Sales & Manajemen) masuk dalam kategori pelaku kriminal. Meskipun besar, perusahaan seperti ini tidak selayaknya dipertahankan sebagai pelanggan.

Anda Tak Dapat Memuaskan Semua Pihak
Dengan mengikuti penuh apa yang disarankan pelanggan, tidak berarti Anda dapat memuaskan mereka. Selain kepuasan adalah hal nisbi, kepuasan seorang pelanggan bisa jadi ketidakpuasan pelanggan lainnya. Kebijakan yang dibuat perusahaan untuk memuaskan seseorang pelanggan, dapat menjadi kekecewaan pelanggan yang lain.

Sebagai contoh mudah: Jika Anda seorang pengusaha yang memproduksi sepatu misalnya. Kemudian Anda mengikuti saran pelanggan yang meminta harga lebih rendah dari yang ditetapkan sebelumnya, dan mereka menerima jika beberapa bahan baku diturunkan kualitasnya, sebagai konsekuensi dalam biaya pembuatan. Boleh jadi pelanggan tersebut menerima dengan senang hati dan menjalankan usahanya lebih lancar. Tapi bagaimana dengan pelanggan yang lain? Pelanggan yang mengutamakan mutu, kualitas dari sepatu yang Anda produksi. Mereka akan kecewa dan kemungkinannya mereka akan menarik diri sebagai pelanggan, untuk kemudian mencari produsen sepatu lainnya.

Jadi sebagai pengusaha, Anda perlu membuat kebijakan yang menguntungkan kedua pihak, pihak pertama adalah Anda sendiri dan pihak lain adalah pelanggan secara umum. Dalam arti segala kebijakan yang dibuat perlu diperhatikan kepuasan rata-rata pelanggan, dan tentunya tidak membuat rugi usaha yang Anda jalankan.

Kapan Berkata “Ya” dan Kapan Bilang “Tidak, tapi...”
Ada seorang customer service yang membuat saya salut atas jawaban yang diberikan, ketika saya memintanya untuk memberikan kualitas terbaik namun dengan potongan harga yang lumayan. Saat itu saya merasa telah cukup lama menjadi pelanggan tetapnya yang setia. Jawaban yang diberikan adalah:

“Maaf, Pak kami tidak bisa memberikan potongan harga untuk produk berkualitas. Kami, namun karena Bapak adalah pelanggan setia kami, maka permintaan Bapak akan saya sampaikan kepada pihak manajemen.”

Disini, si karyawan jelas mengatakan “Tidak!”, namun ia pandai dengan jawabannya yang membuat saya tidak tersinggung dan memberikan sedikit harapan. Perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja, benar-benar tahu memposisikan pelanggan. Mereka tidak menganggap pelanggan adalah raja (karena tidak terdapat slogan ini yang biasanya ditempel pada dinding ruang kerja mereka), tapi mereka tahu kapan berkata “Ya” dan kapan berkata “Tidak, tapi...”

Pernah juga di lain kesempatan saya memintanya untuk melakukan sesuatu yang di luar prosedur kerjanya. Karyawan tersebut dengan tegas mengatakan “Tidak” sambil menjelaskan alasannya, bahwa itu semua sudah ada dalam prosedur kerja yang telah kami sepakati, jadi tak bisa dilanggar.

Bisa Anda bayangkan jika karyawan tersebut selalu menjawab “Ya”, karena alasannya pelanggan adalah raja, maka usaha Anda akan bangkrut dalam waktu singkat. Anda tidak dapat menyalahkan karyawan, karena ia bekerja sesuai dengan apa yang telah Anda doktrinkan.

Buat Segalanya Tertulis
Meskipun Anda telah menjalin kerjasama yang cukup lama dengan seorang pelanggan, sebaiknya segala transaksi atau kesepakatan yang dibuat, semuanya tertera di atas kertas, tertulis dengan tanda-tangan masing-masing pihak, bila perlu gunakan saksi. Ini berguna untuk mencegah hal-hal yan tidak diinginkan yan mungkin terjadi di waktu yang akan datang. Perjanjian yang tertulis juga dapat memotivasi pihak terkait, untuk melakukan segala kesepakatan dan tidak bermaksud melanggar, karena ada sanksi yang dikenakan.

Jika Anda tidak melakukan ini dengan hanya mengandalkan kepercayaan, niscaya akan menemui kesulitan yang kemungkinan besar terjadi di masa datang, belum lagi ditambah dengan sifat dasar manusia yang pelupa. Saat ini mungkin Anda ingat, tapi nanti. Urusan Anda bukan hanya memikirkan satu hal saja bukan? Pelanggan Anda pun bukan hanya seorang, dan urusan Anda tidak melulu tentang bisnis, banyak hal lain yang juga Anda pikirkan, mulai dari keluarga, orangtua, saudara dan banyak lagi.

Kunci Sukses Menjual Lebih Banyak
Robert W. Bly dalam bukunya Fool-Proof Marketing menjelaskan beberapa metode yang efektif dalam menjual produk atau jasa apa pun, bahkan dalam kondisi ekonomi apa pun. Buku ini menjelaskan meski kondisi ekonomi secara umum sedang buruk, keberhasilan untuk menjual lebih banyak produk ataupun jasa kepada pelanggan, sangat bergantung pada kemampuan Anda dalam membangun hubungan baik dengan mereka. Melalui perjanjian yang adil bagi kedua pihak, frekuensi berhubungan dan komunikasi langsung, akan mampu meningkatkan tujuan Anda. Berikut ini adalah beberapa idenya:

Buat penawaran khusus bagi pelanggan aktif Anda dengan tenggat waktu yang pendek, sehingga mereka harus mengambil keputusan dalam waktu dekat. Sampaikan penawaran ini melalui media komunikasi yang cepat dan murah, misal: email, faks atau telepon.

Luangkan waktu untuk pelanggan inti, meski kondisi bisnis mereka saat ini sedang memburuk, tapi perhatian pribadi yang Anda berikan, misalnya mengundang mereka makan siang, makan malam atau mengajak mereka untuk melakukan hobinya, akan membuat mereka selalu ingat dan dihargai pada saat kondisi bisnisnya membaik kembali. Hubungi pula pelanggan setia Anda yang mungkin belakangan ini tidak Anda pedulikan.

Selalu berhubungan dengan pelanggan, meski saat ini mereka tidak sedang berbisnis dengan Anda. Juga hubungi pelanggan inti yang masih aktif, tanyakan pada mereka, apakah puas dengan produk yang mereka beli, apa saran mereka untuk dapat Anda lakukan agar mereka lebih puas lagi.

Salah satu kesalahan utama dari pemasaran adalah selalu berusaha meluaskan usaha untuk memperoleh hasil lebih banyak. Lebih baik Anda fokus pada bagaimana dapat memberikan pelayanan yang lebih baik bagi pelanggan yang sudah ada.

Memahami kondisi pelanggan Anda. Dalam perusahaan langganan Anda mungkin terjadi perubahan rencana hingga membatasi anggaran, di sini Anda dapat membantu mereka mengatasi masalah tersebut dengan memberikan penawaran yang dapat menggunakan sisa anggaran yang ada atau yang tidak memerlukan pengesahan dari manajemen senior.

Jadi berikan perhatian khusus bagi kepuasan konsumen atau pelanggan Anda, bukan menganggap mereka sebagai raja. Bedakan konsep Kepuasan Pelanggan dengan konsep Pelanggan adalah Raja. Raja tidak bisa salah, pelanggan bisa salah, meski salah dan benar juga tidak absolut, tapi merajakan pelanggan berarti Anda harus memberikan pelayanan apapun, tanpa melihat benar atau salah. Ini sangat berbahaya dan tidak termasuk dalam konsep kepuasan pelanggan.

Semoga Berbahagia.[ms]

* Mugi Subagyo adalah praktisi SDM di perusahaan multinasional, pengamat Teknologi Informasi, graphic designer, senior di dunia percetakan dan pemerhati Bahasa & Sastra Indonesia. Mugi adalah alumnus SPP Angkatan ke-2 dan dapat dihubungi melalui email: mugisby@yahoo.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman