Kamis, 30 Oktober 2008

KUTU LONCAT



Oleh: Afra Mayriani

"Nothing is too high for a man to reach, but he must climb with care and confidence."
~ Hans Christian Andersen

"I have missed more than 9000 shots in my career. I have lost almost 300 games. On 26 occasions I have been entrusted to take the game winning shot . . . and missed. And I have failed over and over and over again in my life. And that is why . . . I succeed."
~ Michael Jordan

“Kutu loncat” dalam urusan karier sering didefinisikan sebagai seseorang yang sering berpindah-pindah pekerjaan. Kalau saya menyebutnya dengan istilah “nomaden”. Biasanya, kegiatan berpindah perusahaan ini dilakukan dalam rentang waktu kerja satu sampai lima tahun sekali. Namun, tidak jarang karyawan yang masa kerjanya belum memasuki satu tahun, telah memutuskan untuk keluar dan pindah ke perusahaan lain.

Para “kutu loncat” ini sebenarnya bukanlah kategori karyawan yang tidak berkompetensi. Justru kebanyakan dari mereka adalah para profesional yang memiliki kompetensi dan kualitas sangat bagus. Mungkin Anda akan bertanya-tanya, jika memang sudah memiliki karier bagus, gaji dan benefit bagus, lalu apa sih yang mereka cari sesungguhnya? Kenapa merisikokan perjalanan karier mereka untuk suatu tujuan yang sebenarnya mereka sudah dapatkan di suatu perusahaan?

Jawabannya sangatlah simpel, yakni sebuah tantangan. Tantangan untuk terus maju dan mengembangkan diri sejalan dengan lajunya aspek-aspek dalam dunia ini. Tentu saja dibarengi dengan kompensasi lain yang sangat menunjang dan menggiurkan, seperti benefit dan posisi yang lebih tinggi atau menjanjikan.

Tika Bisono, misalnya. Seperti dikutip dari Human Capital No.10 Tahun 2005, Tika menjadikan sifat berpindah perusahaan ini sebagai salah satu strateginya dalam berkarier. “Saya selalu melihat semua pekerjaan itu ada aspek psikologinya. Semua hal yang saya geluti selalu baru, tetapi tidak kehilangan hubungan dengan psikologi,” ungkap Tika. “Itu merupakan syarat utama saya. Saya merencanakan ini sebenarnya sejak lulus S1 tahun 1985. Rencana saya adalah saat itu saya masih berusia 24 tahun, saya menghitung enam tahun, hingga usia 30 tahun itu adalah proses belajar di perusahaan, sambil berjualan kompetensi. Dan, perusahaan yang saya masuki itu harus MNC (multi-national corporation-red) untuk mengejar relasi di tingkat internasional juga. Usia 30-40 itu harus yang mulai naik, start doing something,” lanjut Tika. Selain Tika, ada pula Daniel Rembeth, seorang tokoh periklanan yang mulai menapaki kariernya dari agensi ke agensi lain, seperti Matari, BBDO, AdWork, dan kemudian menjabat Managing Director di TCPTBWA. Kini, ia meraih kesuksesannya sebagai pemimpin perusahaan The Jakarta Post.

Dan, contoh lainnya, adalah Budi Hamidjaja, pemilik dari bisnis restoran siap saji California Fried Chicken (CFC). Ia memulai kariernya dengan bekerja di Rothmans of Pall Mall Australia. Kemudian, oleh perusahaan yang sama ia dikirim ke Indonesia menjadi National Sales Training Manager. Akhirnya, ia meloncat ke Philip Morris Asia, Inc sebagai Sales Operation Manager hingga menduduki jabatan Field Operation Manager di perusahaan yang sama. Tidak sampai di situ, perjalanan kariernya diteruskan dengan bergabung di PT Lippoland Development, lalu PT Putra Surya Perkasa, hingga akhirnya ia mendirikan PT Pioneerindo Gourment, Tbk.

Demikian pula dengan 15 orang yang pernah saya survei, kebanyakan dari mereka berpindah kerja dalam kurun waktu satu sampai dua tahun. Ada pula di antaranya Rio, yang bekerja di perusahaan telekomunikasi. Ia telah berpindah sebanyak sebelas kali dalam rentang 10 tahun kariernya. Masa kerja terlamanya dihabiskan hanya dalam waktu enam tahun, sisanya ia selalu berpindah-pindah setiap satu sampai dua tahun sekali.

Rio pernah bekerja di pembiayaan kendaraan bermotor, perusahaan otomotif, juga tak ketinggalan pengalamannya di salah satu bank swasta. Sampai ia pernah menggeluti dunia pertelevisian di negeri ini selama enam tahun. Dan, merupakan rekor terlamanya dari seluruh perusahaan yang pernah ia singgahi, yang rata-rata paling lama tiga tahun.

Lalu apa sih sebenarnya yang menjadi pemicu para karyawan sehingga menjadi “kutu loncat” selain yang sudah saya sebutkan di atas tadi?

Sesungguhnya ada banyak pemicu, yang menyebabkan seseorang menjalani profesi pekerjaan dengan menjadi kutu loncat. Mulai dari alasan secara umum hingga spesifik, yang dihadapi oleh setiap individu masing-masing karyawan. Biasanya, secara umum yaitu masalah gaji, dan hal ini sering menjadi tolok ukur utama dari para karyawan untuk berpindah mencari pekerjaan di perusahaan lain.

Dengan berpindah perusahaan, diharapkan dapat meningkatkan gaji mereka. Tetapi, yang menarik di sini, adalah persoalan kenaikan gaji ini, tidak melulu dibarengi dengan kenaikan posisi dari perusahaan yang lama. Seperti pengalaman Rio misalnya, ia telah berpindah perusahaan belasan kali, namun itu juga tidak membawanya menduduki posisi yang lumayan tinggi saat ini. Namun, di lain pihak, bila dilihat kembali dari goal (tujuan) awal yang ia tetapkan pada dirinya sendiri sejak memulai kariernya, bahwa posisi tidak begitu penting, “Yang penting bagi saya adalah penghasilan dan benefit yang bagus terutama karena saya telah berkeluarga,” jelasnya pada saya.

Mungkin ada di antara Anda para profesional, ada yang memiliki tujuan sama dengan Rio. Ada pula yang tidak. Karena, banyak juga para profesional menargetkan diri mereka sendiri dalam waktu lima tahun ke depan telah mencapai posisi manajerial yang mapan di sebuah perusahaan besar dan maju.

Rudy misalnya, dalam usianya yang tergolong masih muda, yakni 35 tahun, ia telah mencapai puncak kariernya sebagai seorang General Manajer di perusahaan multinasional terkemuka di Jakarta. Lalu, apa yang membedakan Rio dengan Rudy atau dengan para profesional lainnya yang memiliki keunikan sama yakni sebagai kutu loncat? Ya, masing-masing memiliki goal yang dijadikan target utama. Terlepas apakah itu permasalahan gaji saja, atau posisi di sebuah perusahaan, atau justru tidak menutup kemungkinan kedua-duanya.

Kutu loncat yang handal biasanya sudah memiliki rencana yang matang akan jalur kehidupan kariernya. Hal itu adalah memposisikan target. Di mana, membuat target untuk diri kita sendiri mungkin akan lebih baik dilakukan sejak dari mula. Karena, semakin kita matang saat merumuskan urusan goal tadi, maka kita akan semakin fokus dalam usaha meraihnya.

Apakah kunci menjadi kutu loncat yang sukses hanya sebatas perumusan tujuan saja? Tentu saja tidak, karena selain hal tersebut, yang tidak kalah pentingnya adalah mengetahui dengan pasti apa yang menjadi keunggulan diri kita sendiri. Apa keunggulan Anda? Karena setiap orang memiliki keunggulannya masing-masing. Dan, hal itu dapat dijadikan salah satu bentuk nilai fighting Anda sendiri dalam dunia karier.

Jika Anda hanya memiliki goal, namun masih bingung terhadap keunggulan yang Anda miliki, pada akhirnya yang dirugikan ya Anda sendiri. Pekerjaan Anda jadi tidak terarah dan menjadi kurang maksimal mengerahkan segala kemampuan Anda tersebut. Sayang bukan? Bagaimana menurut Anda?

Saya sendiri contohnya. Dari sejak mula saya telah jatuh cinta dengan dunia periklanan dan desain. Saya pun bercita-cita menjadi seorang profesional di bidang yang sangat saya “gilai” ini. Menjadi inovatif dan produktif adalah impian saya.

Saya pun akhirnya memulai karier di bidang periklanan. Tapi sayangnya, di tengah jalan, karena terdesak berbagai hal, akhirnya saya membelokkan sedikit bidang pekerjaan saya. Saya pun pindah ke perusahaan yang bergerak di media luar ruang. Tidak sampai di situ, saya kini justru kecemplung di dunia pertelevisian berbayar, yang untuk pertama kali merupakan bidang yang betul-betul baru, baik itu dari segi latar belakang pendidikan ataupun pengalaman kerja.

Namun, semuanya saya jalani tanpa kekurangan rasa antusias saya untuk terus maju dan berkembang. Bisa menemukan hal baru yang dapat membangun kemampuan diri saya, sangatlah luar biasa. Bagi saya, ada yang masih kurang, yaitu urusan “target” tadi.

Hanya saja, kata-kata bijak yang sering saya dengar dari suami saya sendiri, yaitu “Tidak ada kata terlambat untuk memulai segala sesuatu”. Seperti Sir David Ogilvy, salah satu pendiri perusahaan periklanan terbesar dunia Ogilvy, yang pertama kali terjun ke dunia periklanan di saat umurnya telah memasuki usia 50 tahun. Dan, terbukti dari adanya perumusan target yang benar, antusiasme yang menyala-nyala serta kerja keras mengantarkannya pada kesuksesan besar.

Demikian pula dengan Rio dan Rudy, yang masing-masing memiliki target, semangat, antusiasme dan kerja keras yang sama untuk sama-sama mencapai sukses sesuai porsinya masing-masing. Menaklukkan belantara dunia karier yang kompetitif dengan memilih menjadi kutu loncat.

Untuk menentukan strategi karier Anda dengan menjadi kutu loncat, diperlukan sifat pantang menyerah dan terus belajar memperbaharui diri Anda, baik secara implisit maupun eksplisit. Mengembangkan terus “skill” dan kemampuan Anda di atas rata-rata termasuk etos kerja yang tinggi, sehingga Anda memiliki nilai tambah yang dapat ditawarkan kepada setiap perusahaan yang menarik Anda.

Yang terpenting adalah jangan pernah takut gagal. Mungkin, bagi kebanyakan orang gagal merupakan aib utama seseorang yang seharusnya dihindari. Atau bahkan membuat orang tersebut berhenti berusaha dan bangkit kembali. Karena, dari setiap kegagalan yang Anda alami, artinya satu per satu pintu keberhasilan telah terbuka untuk Anda.

Nah, sudah siapkah Anda untuk gagal?

Tips menjadi kutu loncat yang OK:

1. Tuliskanlah strategi karier Anda sejak dini.

2. Temukan keunggulan Anda dan manfaatkanlah hal tersebut sebagai “nilai jual” diri Anda.

3. Berani menerima new challenge atau tantangan baru dalam bidang pekerjaan lain. Proses belajar cepat dan penguasaan pekerjaan sangat perlu dilakukan.

4. Berikan kontribusi yang baik, dan cetaklah prestasi luar biasa diperusahaan Anda sekarang, sebelum Anda memutuskan untuk meloncat lagi.

5. Bersikap profesional.

6. Jangan pernah takut gagal.

7. Bersemangatlah![am]

* Afra Mayriani bekerja sebagai seorang programing di sebuah stasiun televisi swasta berbayar. Alumnus Sekolah Penulis Pembelajar (SPP) Angkatan II ini sedang merampungkan buku pertamanya tentang karier. Ia dapat dihubungi di:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman