Kamis, 30 Oktober 2008

SELAMANYA ORANGTUA ADALAH GURU BAGI ANAKNYA


-
Oleh: Zhen Zhen

Apa yang selalu diharapkan oleh orangtua selain anak yang sehat jasmani dan rohani? Multi-talenta? Serta IQ yang di atas rata-rata?

Semua itu adalah keinginan yang masih wajar-wajar saja. Hanya saja, kadang orangtua lupa akan nilai moral yang seharusnya ditanamkan dalam pribadi anak sejak usia dini.

Kita ambil contoh yang paling sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Banyak kita jumpai pada waktu jam makan, anak selalu dibiarkan makan sambil bermain dan berlari kesana kemari, yang penting makanannya habis. Sungguh sangat memprihatinkan. Secara tidak langsung ini mencerminkan kurangnya kedisiplinan orangtua dalam mendidik anak. Juga, ini seperti mengajarkan anak menjadi tidak disiplin.

Jika hanya sesekali saja masih wajar saja, tapi kalau keterusan tentu saja tidak baik dan mungkin akan berakibat fatal. Kenapa demikian? Karena, jika sampai anak tersedak makanan, mungkin saja itu akan membahayakan nyawa si anak itu sendiri.

Orangtua memegang peran yang sangat besar dan bertanggung jawab sepenuhnya dalam pengembangan mental dan moral anaknya.

Ketika saya dalam perjalanan dari sekolah salah satu saudara saya yang masih duduk di bangku SD menuju rumah, ada seorang bapak yang sedang bertanya pada anaknya yang berumur 8 tahun tetang kegiatannya hari itu.

Bapak: "Hari ini bagaimana sekolahnya, Nak?"
Anak: "Tadi berantem sama temanku si A."
Bapak: "Terus?"
Anak: "Si A mau minjam pensil warnaku, tapi nggak kukasih."
Bapak: "Terus?"
Anak: "Katanya kalau aku selalu begitu nanti aku nggak punya teman."
Bapak: "Terus?"
Anak: "Terus, kukatakan aja nggak apa-apa, kok. Yang pentingkan aku pintar. Benar nggak, Pa?"
Bapak:"Benar. Nggak apa-apa, yah! Yang penting jadi anak yang pintar. Kalau pintar nanti juga banyak yang deketin."

Sungguh sangat menyedihkan percakapan antara bapak dan anak tersebut. Memang benar sebagai orangtua kita wajib memotivasi anak, tapi kalau dengan cara demikian, apa pendapat Anda? Bukankah secara tidak langsung si bapak telah menanamkan benih keangkuhan yang tida penting dalam diri anaknya? Ingatlah, kesombongan tidak memberikan keuntungan apa-apa bagi kita.

Sebenarnya, seorang anak kecil memiliki hati yang tulus dan mulia. Mereka selalu memperlakukan orang-orang yang berada di sekitarnya layaknya dirinya sendiri. Mereka selalu mengajak kita atau anak yang lainnya untuk bermain bersama tanpa memandang adanya perbedaan suku, agama, warna kulit, atau status ekonomi.

Suatu sore ketika anak saya yang baru berumur 3 tahun minta dipotongkan es potong kesukaannya, ia berkata, "Ma, Mbak-mbak di kasih juga yah?" Ketika saya memotong es, ia mengingatkan kembali agar saya tidak lupa membagikan pada pembantu saya satu orang satu potong. Saya hanya tersenyum dan mengiyakan keinginannya. Ada terselip perasaan kagum akan kemurahan hati anak kecil ini.

Cobalah kita amati tingkah dan sifat asli anak-anak. Mereka memiliki sifat-sifat luhur yang seharusnya kita kembangkan dan bimbing agar kelak mereka menjadi orang yang dapat berkembang dengan baik, serta dapat diterima dengan baik pula oleh orang di lingkungannya maupun masyarakat. Jangan sebaliknya, kita malah meracuni mereka dengan sifat yang egois dan serakah.

Berikanlah anak kebebasan yang terarah dalam pengembangan kepribadiannya. Janganlah selalu memaksakan kehendak orangtua kepada anak. Memang, selaku orangtua kita selalu ingin yang terbaik untuk anak. Tapi, hargailah mereka selaku individu yang berkepribadian. Terkadang mereka juga memiliki pendapat yang ingin mereka pertahankan. Maka, usahakanlah untuk selalu menjalin komunikasi yang baik dengan mereka.

Dengarkan kata-kata mereka, dengarkan keinginan mereka, dan awasi sikap yang mereka ambil. Baru kita memberikan penjelasan dan penilaian atas sikap mereka, apakah baik atau harus diperbaiki, tapi dengan cara yang benar. Anak akan bisa mengerti dan menurut jika yang kita ajarkan memang masuk akal. Usahakan hindari sikap menghakimi, seolah mereka adalah tersangka yang bersalah.

Kita selaku orangtua adalah guru pembimbing bagi mereka. Kitalah guru mereka yang paling pertama dan untuk selamanya.

Di kota-kota besar pada zaman sekarang ini, banyak kita jumpai orangtua yang bahkan tidak tahu anaknya hari ini di sekolah belajar apa. Ada PR atau tidak, sama teman bagaimana, pulang sekolah ke mana… Yang mereka pikirkan hanyalah bekerja untuk memenuhi kebutuhan jasmani keluarganya atau sibuk dengan kegiatan yang entah bermanfaat atau tidak di luar rumah.

Anak dari pagi buka mata hingga malam menutup mata, orang yang pertama dan terakhir mereka lihat adalah pengasuhnya (baby sitter atau nanny). Perlu kita ketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa memberikan kasihnya dan mengerti anak kita seperti yang kita berikan. Boleh saja ada orang yang membantu tapi jangan kita lupa akan tugas dan tanggung jawab kita sebagai orangtua.

Jika kita lupa atau melupakan tugas kita sebagai orangtua, lalu apa fungsi kita sebagai orangtua? Bagaimana penilaian anak akan orangtuanya? Apakah mereka bisa menghargai orangtua sepenuhnya? Jadi, jangan selalu menyalahkan anak jika orangtua tidak memberikan contoh yang baik pada mereka.

Anak yang kita lahirkan bagaikan bunga yang kita tanam, mulai dari menanam benihnya, kita menjaganya. Setiap hari kita menyiraminya dengan kasih sayang, selalu kita memupuknya dengan cinta. Hingga suatu hari kelak ia akan tumbuh subur dan berbunga cantik dan wangi juga bermanfaat.

Marilah kita selalu belajar bersama agar hidup ini lebih bermakna. Salam Pembelajar.[zz]

* Zhen Zhen adalah seorang ibu rumah tangga yang berminat dalam bidang tulis-menulis. Ia adalah alumnus Sekolah Penulis Pembelajar Angkatan I. Tinggal di Jakarta, Zhen Zhen dapat dihubungi melalui email: yuwa_yw@yahoo.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman