Jumat, 07 November 2008

Kekuatan Pilihan

Oleh: Syahril Syam


Cobalah Anda perhatikan di sekeliling Anda. Perhatikanlah dengan seksama alam semesta ini. Mari kita awali analisis kita pada tumbuhan. Baik yang pertumbuhan awalnya lewat biji atau tunas, semua tumbuhan itu mengawali tumbuhnya mulai dari kecil hingga besar. Perkembangan tumbuhan ini tidak terjadi dengan sekejap, tapi memiliki ketentuan waktu. Dan antara tumbuhan satu dengan tumbuhan yang lain memiliki kadar waktu yang berbeda-beda.

Ada tumbuhan yang proses tumbuhnya menghasilkan bunga saja, dan ada yang menghasilkan buah. Pada tumbuhan juga terjadi proses fotesintesis/asimilasi, dimana proses ini mengolah makanan yang di ambil oleh akarnya. Akar tumbuhan “bergerak” menyebar dan mendalam ke dalam tanah. Jika bertemu dengan benda keras, maka akar ini akan berbelok arah untuk memperkokoh dirinya dan mendapatkan makanan yang penting bagi dirinya. Walhasil proses perkembangan tumbuhan ini berjalan sudah dengan kadar yang semestinya, dan pada akhirnya akan mengalami mati.

Setelah kita melihat tumbuhan, kita akan mengamati binatang. Tidak jauh berbeda dengan tumbuhan, binatang pun mengawali proses hidupnya lewat telur, dan tumbuh menjadi besar. Kalau kita mengambil satu sampel binatang, yaitu burung, maka akan kita dapati bahwa dalam proses beranjak dewasa, burung akan belajar untuk terbang dan mencari makanan untuk dirinya sendiri. Awalnya, burung tersebut akan mengalami beberapa hambatan ketika mengawali terbang perdananya. Namun, dalam proses tersebut, tak ada burung yang berhenti mencoba dan mencoba untuk terbang.

Jika kita perhatikan, maka upaya burung tersebut untuk terbang sama dengan upaya kita sewaktu kecil untuk mencoba berbalik, duduk, merangkak, dan berdiri. Semua upaya ini dilakukan dengan beberapa hambatan. Namun, seperti halnya burung tersebut, kita pun dulu tidak pernah berhenti untuk mencoba dan mencoba.

Seperti layaknya tumbuhan dan binatang, terdapat sesuatu pada diri kita yang memilki proses yang sama dengan tumbuhan dan binatang, yaitu raga/fisik kita. Kita pun mengawali proses hidup kita dari telur dan berkembang menjadi besar. Semua ini adalah proses alam. Dalam bahasa filsafat semua ini memiliki tujuan, hingga proses berkembang tersebut sebenarnya proses menuju tujuan atau menuju kesempurnaan. Oleh karena ini proses alam yang menuju tujuan, maka setiap hambatan adalah bagian dari proses menuju tujuan atau proses menyempurna. Itulah sebabnya, istilah gagal tidak ada dalam kamus tumbuhan, binatang, dan raga/fisik kita. Seperti layaknya tumbuhan tadi, jika akarnya menemukan benda keras, maka akarnya akan berbelok arah. Menggugurkan daun pun merupakan cara tumbuhan dalam melewati proses hidupnya ketika menemukan hambatan. Begitu pula ketika seekor burung belajar terbang, belum bisanya burung tersebut mengepakkan sayap secara sempurna membuatnya untuk terus berusaha. Hal ini juga terlihat jelas pada seorang anak kecil yang baru belajar berjalan.

Dalam proses menyempurna ini, tak ada pilihan. Semuanya bersifat deterministik. Oleh karena itu gerak alam ini bersifat deterministik, dan berjalan sesuai dengan hukum-hukumnya. Karena bersifat deterministik dan sesuai hukum-hukumnya, maka setiap hambatan itu bukanlah sebuah kegagalan, namun merupakan bagian dari proses menuju tujuan atau menyempurna. Hambatan ini bersifat investasi atau berbagi.

Perlu diketahui bahwa tak ada satu pun dari alam ini yang lahir dari ketiadaan. Karena ketiadaan mustahil melahirkan ketiadaan. Itulah sebabnya dalam fisika dikenal hukum kekekalan energi. Bahwa energi itu tak dapat diciptakan juga tak dapat dimusnahkan. Energi hanya mengalami proses perpindahan atau perubahan bentuk saja. Proses perubahan atau proses menuju tujuan atau proses menyempurna ini mengalami saling berbagi/investasi antara satu dan yang lainnya untuk suatu keharmonisan hidup dan kelangsungan hidup. Dengan kata lain keseimbangan alam akan terjadi jika proses berbagi ini dijalankan. Keseimbangan alam ini akan menjamin semua elemen untuk bertahan hidup lama dan “memunculkan” elemen alam yang lain.

Hambatan inilah yang menjadi “warning” bagi alam untuk senantiasa berbagi/investasi. Jika mengalami musim tertentu atau waktu-waktu tertentu, tumbuhan akan menggugurkan daunnya. Menggugurkan daun merupakan cara bagi tumbuhan untuk berbagi dengan tanah. Hal ini juga merupakan investasi bagi tumbuhan, dimana menggugurkan daun akan meningkatkan vitalitas tumbuhan dalam berfotosintesis dan juga akan membuat tanah menjadi subur. Begitu pula ketika akarnya menemukan benda keras, maka hal ini akan membuat akar tersebut bekerja ekstra dan berbagi ruang dengan benda keras, sehingga membuat tumbuhan tersebut menjadi kokoh.

Pada binatang pun demikian. Hambatan pertama ketika mengepakkan sayap dari seekor burung akan justru menguatkan sayapnya untuk suatu saat nanti membuat dirinya terbang. Begitu pula pada seorang anak kecil. Jika Anda mengalami kerugian jutaan sampai miliaran rupiah, lihatlah hambatan ini sebagai sebuah investasi/berbagi. Siapa tahu, memang, Anda belum cukup memberi selama ini kepada orang-orang di sekitar Anda.

Seperti yang telah dikemukakan, deterministiknya alam ini tidak melahirkan pilihan. Dan oleh karena itu, hambatan yang ada merupakan bagian dari proses untuk menyempurna. Itulah sebabnya istilah gagal tak ada dalam kamus alam. Namun, lain halnya dengan manusia. Sewaktu kecil, potensi kehendak bebasnya belum teraktual. Anak-anak masih bergerak didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan fisik semata (sama halnya dengan tumbuhan dan binatang). Dan ketika kehendak bebasnya telah teraktual, maka lahirlah apa yang disebut dengan PILIHAN. Jadi, kekuatan pilihan adalah sebuah konsekuensi dari adanya kehendak bebas yang manusia miliki. Dengan kehendak bebas, seorang manusia bebas memilih untuk selaras dengan alam (yaitu melakukan proses menuju tujuan atau menyempurna, bersama-sama dengan raga/fisiknya) atau kemudian memilih untuk berhenti berproses ketika menemukan hambatan hidup. Pada titik berhenti berproseslah (ketika menemukan hambatan), istilah gagal itu tercipta. Jadi, kegagalan adalah sebuah ilusi yang dibuat manusia karena mereka (dengan kehendak bebasnya) lebih memilih untuk berhenti menyempurna, dibandingkan untuk terus berproses menuju kesempurnaan hidup.

Lantas, untuk apa kita memiliki kekuatan pilihan ini. Dengan adanya pilihan hidup, maka kita bisa lebih cepat menuju tujuan hidup/menyempurna. Kita bisa dengan bebasnya memilih strategi-strategi hidup yang kita inginkan. Kita bisa memilih jalan yang lebih cepat. Kita bisa memilih untuk senatiasa belajar untuk keperluan hidup kita.

Namun, kekuatan pilihan juga menciptakan konsekuensi yang lain pula. Seperti yang telah dikemukakan di atas. Kita pun bisa memilih untuk tetap seperti keadaan kita saat ini, atau kita juga bisa memilih untuk berlawanan arah dengan tujuan hidup yang sesungguhnya atau menyempurna. Inilah, mungkin, yang dimaksudakan dalam ajaran agama, bahwa manusia itu bisa lebih sempurna daripada malaikat dan bisa juga lebih jahat dan hina daripada binatang. Semua itu berpulang pada kita untuk memanfaatkan kekuatan pilihan yang ada pada kita. Yang jelas, kekuatan pilihan yang lahir dari kehendak bebas, adalah suatu anugerah bagi kita (kaum manusia) untuk bisa memilih jalan hidup yang terbaik (sekaligus mengatur keseimbangan alam, karena pengaturan alam tak dapat dilakukan oleh tumbuhan dan binatang yang tak punya kekuatan pilihan) atau bisa juga kita memilih untuk stagnan, kembali ke masa lalu, dan berbuat sesuatu yang berlawanan dengan fitrah kemanusiaan kita yang ingin senantiasa menuju kesempurnaan yang hakiki. Semua tergantung dari PILIHAN ANDA?[]

* Syahril Syam adalah seorang trainer tentang peningkatan kualitas hidup. Saat ini saya berdomisili di Makassar. Anda bisa menghubungi saya di ril_faqir@yahoo.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman