Jumat, 07 November 2008

TANGGA-TANGGA PROFESI

Oleh: Eni Kusuma W


Seperti yang telah saya singgung sebelumnya, bahwa bagi saya, tangga-tangga profesi berikut dengan jalur-jalurnya yang sudah ada itu, banyak sekali ragamnya. Yaitu, sejalan dengan jenis pekerjaan yang ada. Tangga profesi keartisan, jurnalis, entrepreneur, marketing, pembantu rumah tangga, dan masih banyak lagi deretannya. Bahkan profesi yang diklaim negatif oleh masyarakat pun mempunyai tangganya sendiri, seperti WTS (wanita tuna susila).

Khusus untuk pribadi-pribadi yang memilih (baca: terpaksa memilih) profesi sebagai WTS—baik dengan sadar, tanpa sadar maupun dengan paksaan orang lain—betapa pun mereka mendaki sampai tangga atas, mereka tidak pernah mendapatkan penghargaan dari masyarakat. Di Hongkong, para WTS ini diiklankan di majalah, koran, vcd, dan internet (ini adalah jalur A nya). Mereka hanya mendapatkan uang. Tak lebih. Dan sisanya hanyalah cibiran publik.

Dulu masyarakat memandang sebelah mata profesi sebagai pembantu. Karena memang profesi ini paling rendah derajatnya. Namun, sejak mereka bisa menulis, kini pelan-pelan tidak lagi, semoga.

Bagaimana dengan pribadi-pribadi yang berjalan pada lebih dari satu tangga profesi secara bersamaan? Bahkan satu pribadi dengan sederet profesi? Bagaimana penggambarannya? Mudah saja, karena penggambaran profesi berupa tangga, hanyalah sebuah teori. Tangga yang saya maksud ini tentulah bukan tangga yang sebenarnya, yang hanya mungkin didaki dengan dua kaki saja. Tetapi tangga sebuah penggambaran, yang tentu saja didaki dengan energi dan pikiran.

Pada setiap tangga profesi yang sudah ada ini, saya gambarkan tidak hanya satu orang saja yang mendaki di sana, di jalur masing-masing, (kecuali membuat sendiri tangganya). Namun banyak orang. Mereka saling bersaing untuk tetap bisa bergerak naik ke atas mencapai target yang diinginkan. Posisi yang paling apes, jika kita masih berada pada posisi tangga profesi paling rendah dan di jalur yang tak menguntungkan. Karena di posisi ini tempat orang-orang miskin, orang-orang yang tak tahu apakah besok ada makanan yang bisa dimakan menyambung hidup atau tidak untuk. Mereka terus mendaki, terseok-seok dan jika jatuh pun akan sangat mengenaskan. Mau tak mau, suka atau tidak suka, kita harus tetap mendaki menaiki tangga. Karena bagaimana pun perut harus tetap diisi. Jika berhenti berarti mati.

Akan sangat berbeda dengan mereka yang berada di tangga profesi kategori lumayan. Atau lebih indah lagi yang telah berada di tangga profesi kategori tinggi. Kalau pun jatuh, karena kalah bersaing, masih tetap punya uang dan masih tetap bisa liburan ke luar negeri.

Di jalur A, di posisi profesi paling rendah yang saya jalani, saya terus berjalan menaiki tangga. Saya harus mendaki sebaik-baiknya. Saya harus bekerja sebaik mungkin. Jika tidak, saya akan terlempar jatuh dan terpaksa harus bangkit lagi dan mulai mendaki lagi. Saya tak mau itu. Banyak sekali teman-teman saya yang mendaki di tangga ini dan di jalur ini, terlempar jatuh ke tangga di bawahnya. Ada yang mulai bangkit lagi. Namun tak jarang ada yang memilih menghentikan perjalanan dengan bunuh diri. Kenapa mereka sampai terlempar jatuh? Karena mereka –secara sadar atau tidak sadar—tidak mendaki (baca: bekerja) dengan baik. Hanya itu. Mereka tidak berusaha belajar bagaimana menjadi pembantu yang baik. Saya kok yakin, jika kita punya niat baik dan bekerja sebaik-baiknya, maka orang lain pun akan menghargai usaha kita. Bagaimanapun kejujuran membuahkan kejujuran. Dan ketulusan akan menghasilkan ketulusan pula. Inilah hukum yang saya percayai di mana pun saya berada.

Saya tidak pernah mengatakan pada diri, saya orang gagal. Saya lebih peduli dengan cara pandang saya terhadap diri sendiri daripada cara pandang orang lain terhadap diri saya. Yang selalu saya tekankan pada diri adalah bahwa saya harus banyak belajar, bukannya merasa gagal. Saya hanya memilih dan mendaki tangga profesi yang sesuai dengan kemampuan saya. Mendaki sebaik-baiknya dan belajar sebaik-baiknya. Sambil terus melirik kemungkinan ada peluang untuk mendaki di tangga profesi yang lebih baik alias memposisikan diri pada posisi yang lebih menguntungkan.

Sementara bagi mereka yang membuat sendiri tangga profesinya akan lebih leluasa dalam pendakian. Karena tidak ada pesaing yang bersama-sama naik ke tangga buatannya tanpa seizinnya. Profesi ini belum ada sebelumnya dan para pelakunya tentu saja sedang atau sudah mendaki di tangga profesi sebelumnya. Jika tidak, dari mana bekal untuk membuat dan membangun sendiri tangga profesinya? Baik itu bekal materi maupun non materi.

Merekalah para inventor yang penuh dengan inovasi itu. Dan mereka pada umumnya adalah pribadi-pribadi yang dipandang sebelah mata, diejek, dicibir bahkan dianggap setengah gila (jika saya boleh meminjam istilah ini dari Jennie S Bev) terhadap apa yang sedang mereka lakukan itu. Biasanya mereka akan diketahui keberadaannya setelah berhasil meraih puncak tangga. Suatu tanda keberhasilan atas usaha yang mereka lakukan. Pada saat inilah publik akan mencari tahu sejarah perjalanan hidupnya. Sejarah di mana mereka telah membuat dan membangun sendiri tangga baik suka maupun duka.

Siapa pun Anda, terutama yang masih berada di tangga profesi dan berada di jalur yang tidak menguntungkan, tetaplah mendaki sebaik-baiknya. Belajar sebaik-baiknya. Dan mencoba untuk dapat meraih posisi yang lebih baik. Karena bagaimanapun, apa yang kita kerjakan sekarang adalah bekal dan pembelajaran untuk langkah kita yang akan datang. Untuk mencari posisi tangga yang lebih baik dan memilih jalur yang menguntungkan dan siap berjuang mendaki di dalamnya.

* Eni Kusuma W adalah seorang TKI (pembantu rumah tangga) di Hongkong. Ia menyebut dirinya bukan pakar per"mutu"an, melainkan salah seorang yang melaksanakan program dari pembelajar.com, yaitu "rajin belajar". Ia suka menulis cerpen, artikel opini, dan sedang merampungkan novel keduanya. Eni dapat dihubungi di: eni_kusumaw@yahoo.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman