Senin, 29 Agustus 2011

Pasukan Remaja Libya Memburu Tentara Bayaran Khadafi

Sang diktator Libya, Moammar Khadafi yang meskipun sudah tidak mendapat simpati rakyat namun masih juga tidak mau mengundurkan diri, saat ini hanya mampu mengandalkan tentara bayaran dari luar negeri untuk melindungi keselamatan dirinya.



Rakyat pun mengerahkan berbagai jurus unik termasuk teknik dalam berburu, dengan membentuk barisan rakyat anti-sniper untuk menghabisi tentara-tentara bayaran Khadafi. Namun yang sangat mencengangkan adalah, para patriot ini ternyata adalah remaja yang berusia kurang dari 20 tahun!





Pasukan Pemborontak Lybia



Menurut pemberitaan oleh Kantor Berita Faxin dari Libya, meskipun didera serangan bertubi-tubi, baik dari rakyat yang menghendaki demokrasi, para pejabat dan militer yang berkhianat, serta serbuan tentara PBB, Khadafi tetap tidak terpengaruh dan masih terus melancarkan tekanan dengan kekuatan militernya. Khadafi yang dibenci rakyatnya, terpaksa menggunakan tentara bayaran, untuk melindungi keselamatan dirinya dan membunuh para sniper pemberontak.



Namun tentara pemberontak Libya saat ini juga membentuk tim khusus untuk membunuh para tentara anti-sniper bayaran Khadafi. Reporter sempat mewawancarai sejumlah pemimpin remaja, kalau bukan mendengar dari mulut mereka sendiri bagaimana kisah perjuangan mereka, bagaimana mereka menantang, memancing, dan membunuh sasaran, orang-orang pasti tidak akan mengira bahwa remaja-remaja yang baru berusia 19 tahun itu ternyata sangat berbeda sekali dengan remaja lainnya seusia mereka.



Raih Demokrasi, Pemburu Berubah Jadi Pembunuh



Remaja bernama Tareg Gazel (19 tahun) ini, mengenakan topi baseball-nya secara terbalik, dan mengenakan T-shirt yang bertuliskan “Just Do It”. Gazel mengatakan bahwa ibunya berasal dari Belfast, Irlandia, sedangkan ayahnya seorang Libya. Menurut Gazel, kini ia telah menguasai teknik berburu di padang pasir, yang digunakannya untuk membebaskan wilayah Kota Zawiyah.



Zawiyah adalah sebuah kota yang terletak 40 km sebelah barat Ibukota Libya, Tripoli. Letak geografisnya menjadikan kota tersebut sebagai gerbang masuk ke Tripoli. Setelah meletusnya perang saudara di Libya, tentara Khadafi memaksa masuk ke dalam Zawiyah dan menguasai kota.



Namun tentara pemberontak menyatakan bahwa mereka telah berhasil mengusir tentara pemerintah yang menguasai Zawiyah sejak Jumat (19/8) lalu, dan meraih kebebasan bagi Zawiyah. Namun meriam tentara yang ditembakkan dari arah hutan masih terus membombardir kota tersebut. Gazel mengatakan bahwa mereka juga belum dapat memastikan apakah tentara Khadafi yang ada di kota itu sudah berhasil dibunuh seluruhnya.



Gazel bersembunyi di kolong jembatan jalan raya kota itu. Ia sedang menunggu rekan-rekannya, sambil membersihkan senjatanya. Ia berkata kepada reporter, “Tadi malam kami berhasil membunuh 4 orang sniper Khadafi, malam sebelumnya kami membunuh 2 orang.” Gazel mengatakan, begitu menerima informasi dari orang lain yang memberitahu keberadaan sniper Khadafi, mereka akan segera melakukan misi penyergapan, dan membunuh para tentara bayaran tersebut.



“Begitu kami memperoleh informasi dari orang lain yang mengatakan keberadaan tentara bayaran, kami segera menggunakan waktu beberapa jam untuk mengamati situasi dan menyiapkan jebakan, sekaligus memikirkan taktik yang akan digunakan untuk membunuh musuh. Sebagai contoh, memburu dengan memancing musuh di malam hari sangat mudah. Kami mengikat sebuah lampu di badan anjing, saat anjing berlarian di sepanjang jalan di kota, sinar laser pembidik senjata tentara bayaran pasti akan membidik tubuh anjing, sehingga kami jadi mengetahui posisi para sniper tersebut. Cara ini juga yang kami gunakan untuk menangkap tentara bayaran sebelumnya. Kadang kala kami sendiri berlarian di sepanjang jalan, memancing lawan keluar dan langsung bentrok senjata dengan pihak lawan,” tutur Gazel.



Remaja itu melanjutkan, “Waktu penyergapan kami paling lama mencapai 8 jam, karena kami bukan pasukan khusus seperti Navy Seal AS, jadi kami hanya cukup beruntung dapat menyelesaikan misi.”



“Banyak orang yang berdatangan dan bergabung dalam misi ini, dan mereka semua sangat mahir memainkan senapan jenis Riffle. Biasanya tembakan kami selalu jitu, dan membunuh lawan tepat di kepala atau di jantung,” ujar Gazel dengan sedikit bangga.



Namun menurutnya, meskipun bidikan mereka sangat jitu, jika mereka hendak berhasil membunuh lawan, tetap saja harus berlatih dengan baik dan mempersiapkan diri dengan matang. Karena tentara bayaran milik Khadafi adalah para tentara profesional yang telah terlatih.



Gazel berkata, “Dua hari lalu kami berhasil menangkap seorang tentara bayaran kebangsaan Nigeria, seorang tentara perempuan, ia sungguh lihai. Sekarang dia ditawan bersama tentara bayaran lainnya yang berhasil kami tangkap di sebuah tempat rahasia. Saya tidak tahu dari mana tentara perempuan itu mendapat pelatihan, yang jelas dia sangat tangguh.”



Namun para remaja tersebut melarang saat reporter hendak memotret tempat tawanan perang mereka, karena aksi gerilya mereka tersebut telah melanggar Kesepakatan Jenewa.



Lalu mengapa remaja-remaja ini bisa menjadi pembunuh berdarah dingin seperti itu? Gazel menyatakan bahwa orang-orang yang setia pada Khadafi sama sekali tidak berperasaan. Seorang pamannya dibunuh oleh sniper begitu keluar dari masjid setelah selesai sholat. Selain itu, tentara pemerintah juga meledakkan makam pahlawan revolusi setempat.



Menurut Gazel, meskipun ia memiliki paspor Inggris, namun jika ia ditangkap, status ini sama sekali tidak akan berguna di tempat ini (Libya). Selain itu ia juga menolak saat hendak difoto oleh wartawan. “Karena saya memiliki keluarga yang masih dipenjara,” tuturnya.



Gazel juga berkata dengan polosnya, begitu perang saudara ini berakhir, ia masih ingin mewujudkan impiannya sebelum ia bergabung dalam gerakan revolusi ini, yakni hidup dengan tenang di Laut Karibia.

[epochtimes.co.id]



Jangan lupa di like...

Follow Juga Ya....




////////////

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman