Selasa, 28 Oktober 2008

UJUNG DARI RAJIN

Oleh: Mugi Subagyo

Kalau rajin pangkal pandai, lantas apa ujungnya?
Pertanyaan ini berkecamuk di kepala saat memikirkan kegagalan dari sebuah ambisi yang jauh hari sudah direncanakan. Dan ini sudah keempat kalinya.

Sudah lebih dari empat tahun saya bekerja menjadi staf IT dengan kualitas dedikasi dan kedisiplinan yang tinggi. Tidak pernah sekalipun dalam empat tahun tersebut, saya tidak masuk karena sakit, izin apalagi mangkir. Kalaupun saya mengambil cuti tahunan yang memang menjadi hak karyawan, itu tidak lebih dari dua hari. Tapi tidak ada keuntungan atau benefit yang saya terima. Memang ada insentif yang diberikan untuk seluruh karyawan saat perusahaan profit, dan itu artinya perusahaan tidak membedakan karyawannya, rajin atau tidak. Pokoknya bila profit, karyawan dapat insentif.

Lantas apa untungnya saya rajin? Agar jadi pandai? Sedikit pun saya tidak merasa jadi pandai. Keahlian yang saya miliki sekarang bukanlah kepandaian, hanya sebuah kebiasaan, siapa pun dapat melakukannya jika terbiasa melakukan pekerjaan ini berulang-ulang.

Keinginan untuk sukses membuat saya pantang menyerah untuk terus bekerja dengan sebaik-baiknya. Semua pekerjaan selesai tepat waktu seperti halnya kehadiran, demi ambisi menjadi manajer IT di kantor cabang, tapi selalu berakhir dengan kegagalan.

Saat jatuh gagal, saya bangun lagi, mencoba lagi, berusaha lagi! Seperti kata orang sukses, bahwa “mereka sukses bukan dari berapa banyak mereka jatuh gagal, tapi dari berapa banyak mereka bangun untuk mencoba lagi”. Dan – gagal lagi.

Memaknai nasihat dari orang sukses
Pagi ini saya sarapan di sebuah rumah makan sederhana yang berdekatan dengan tempat tinggal. Saya duduk dekat pintu masuk dan dinding kaca bening dengan sebuah tulisan besar pada bagian atas, yang memberitahu nama rumah makan tersebut. Setelah memesan sop kaki yang menjadi menu favorit, Saya memandang keluar melalui dinding kaca tersebut. Tiba-tiba seekor lalat terbang dengan cepat dan langsung menabrak dinding kaca, kemudian terjatuh. Setelah berjalan berputar beberapa saat, lalat itu terbang kembali untuk kemudian berusaha keluar melalui dinding kaca tersebut, menabrak dan jatuh lagi. Kejadian ini terjadi beberapa kali hingga lalat itu jatuh dan tidak bergerak lagi.

Rupanya kebodohan lalat tersebut adalah kebodohan yang juga saya lakukan. Memang misi dan visi sudah jelas di depan mata, tapi kegagalan seharusnya dapat dimaknai sebagai pembelajaran untuk tidak melakukan hal tersebut berulang-ulang. Artinya, bangun dan berusaha kembali, harus dengan pertimbangan akal dari kesalahan sebelumnya. Sehingga, kita tidak melakukan kesalahan yang sama. Bukankah bila kita melakukan apa yang biasa kita lakukan, maka kita akan mendapat apa yang biasa kita dapatkan? Dan, lalat itu tentu akan berhasil keluar jika dia bergeser ke kiri 7 cm saja, terbang melalui pintu masuk rumah makan yang selalu terbuka.

Ujung dari Rajin
Memaknai “Rajin Pangkal Pandai” akan tepat bila melihatnya secara garis besar. Dalam artian kata rajin terhadap sesuatu akan membuat pandai terhadap sesuatu pula. Jika rajin bekerja, maka akan pandai dalam melakukan pekerjaan tersebut. Jika rajin menulis, akan pandai menulis. Jika rajin menggambar, akan pandai menggambar. Jika rajin berpikir akan pandai berpikir. Tidak dapat dicampur-aduk, misalkan rajin bekerja akan membuat pandai berpikir, tidak seperti itu.

Rajin dapat membuat potensi seseorang cepat muncul ke permukaan, menjadikan tubuh bersemangat, berpikir rasional dan bertanggung-jawab. Rajin akan menjadikan seseorang mengerti apa yang harus dilakukan dengan tidak menunda pekerjaan. Dan semangat yang besar dalam bekerja justru datang saat kita melakukan pekerjaan, bukan menundanya.

Saat bekerja dipenuhi semangat, ide dan pikiran cemerlang biasanya datang. Segera lakukan ide tersebut. Bila ide tersebut tidak berkenaan langsung dengan apa yang sedang dikerjakan, maka ambil kertas dan pena untuk membuat catatan agar ide tidak menguap begitu saja.

Ide lebih berharga dari ilmu pengetahuan, bahkan kalimat “Yang menguasai informasi adalah menguasai segalanya” pun menjadi tidak berguna tanpa ide. Bukankah surat kabar berisi banyak informasi? Namun, setelah Anda baca seluruh halaman koran tersebut, apakah lantas merasa menguasai segalanya? Atau, setidaknya memiliki manfaat? Tentu tidak!

Lain halnya saat melakukan kegiatan membaca koran tersebut, tiba-tiba muncul ide yang membantu Anda untuk membuat sebuah tulisan misalnya, atau memberi Anda sebuah ide membuka suatu usaha yang memiliki prospek cerah. Kegiatan apa pun yang dilakukan harus terus diperbaharui dengan peningkatan, dan ini bisa datang dari ide yang ditemukan saat melakukan pekerjaan dengan semangat. Semangat yang timbul dari kerajinan.

Jadi dapat dikatakan bahwa ujung dari rajin adalah ide.

Ide dan Sikap Optimis
Dapat dipastikan bahwa seseorang yang memiliki ide akan terpacu motivasinya. Akan tergerak akal dan pikirannya guna melaksanakan apa yang menjadi idenya. Orang yang penuh semangat, benaknya akan dipenuhi pikiran yang positif. Motivasi akan membuat ia melakukan kegiatan yang positif.

Gabungan dari pikiran dan kegiatan/aksi positif (Positive Thinking + Positive Action) akan melahirkan sikap optimis.

Sikap optimis akan menyingkirkan bahkan mungkin tidak memikirkan lima hal penghambat utama keberhasilan seseorang yang dimiliki seorang pesimis, kelima hal tersebut adalah:

1.No Hope (tak punya harapan)
Seorang pesimis akan merasa hidupnya tak memiliki harapan untuk menjadi lebih baik. Dia pasrah menerima nasib, karena merasa.

2.No Choice (tak punya pilihan)
Permasalahan yang dihadapi, dianggap sebagai beban bukan tantangan yang harus dikalahkan, Dia merasa tak punya pilihan untuk sukses. Merasa beban hidupnya sudah sangat berat, sehingga berpikir bahwa itulah yang harus diterima.

3.No Luck (tak beruntung)
Merasa tidak bernasib baik, karena tidak lahir dari orangtua yang kaya atau sukses. Merasa apa yang dikerjakan selalu dan pasti akan gagal.

4.No Useful (tak berguna)
Seorang pesimis selalu dibayangi ketakutan bahwa apa yang akan dikerjakan tidak berguna, tidak akan membawanya menuju keberhasilan. 5.No Action (Tak ada tindakan) Efek dari ke-empat poin di atas adalah hal terburuk ini. Sikap pesimis akan membuat seseorang akhirnya tidak mau melakukan apa-apa.

Dengan ide dan sikap optimis, kelima hal buruk tersebut mampu dibuang jauh-jauh. Meskipun akhirnya jabatan sebagai manajer IT tidak saya dapatkan, namun saya berhasil membangun sendiri perusahaan IT.[ms]

* Mugi Subagyo adalah praktisi SDM di perusahaan multinasional, pengamat Teknologi Informasi, Graphic Designer, senior di dunia percetakan dan pemerhati Bahasa & Sastra Indonesia. Mugi dapat dihubungi melalui email: mugisby@yahoo.co.id.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman