Teringat dalam sesi akhir dialog Anggota DPR Komisi VIII DPR-RI dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) di Konsulat Jenderal Republik Indonesia pada 30 April 2011, terjadi peristiwa lucu saat para pelajar mencoba meminta email resmi Komisi VIII DPR-RI.
Dua orang anggota DPR yang duduk sejajar didepan meja menghadapi penanya (tampaknya wzwancara) Sebagian cuplikannya adalah sbb (yang tertangkap telinga saya saja):
“Prinsipnya kita komisi 8 terbuka menerima masukan dari semuanya, ”
“Boleh minta email resminya pak?”
“Nanti email komisi akan dikasih oleh………, hendra mana….hendra mana?, tadi sudah dikasih emailnya pak…Email saya juga boleh.”(gelagepan gak hafal alamat emailnya)
Iya, tapi tu bukan email resmi pak”
“Coba pak ini…….itu” Kmudian ada sosok ANGGOTA lainberbicara dengan dua anggota yang sudah di meja. Setelah berbicara bertiga……..
“Dia juga tidak mengerti tampaknya”,“Nanti akan dikasih oleh secretariat, itu kan hanya teknis….”
“Bisa diucapkan sekarang saja pak, bisa radio PPG bisa mendengakan”kemudian suara rebut dan setelah itu ada suara wanita : komisi8@yahoo.com
2 anggota DPR hanya menimpali ““tul…ya itu…….”
Dengan kemampuan seperti itu kok dibayar muaaahal?.Apalagi pola hidup mewah sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi sorotan. Publik menilai gaya hidup mereka berlebihan, apalagi di saat 100 juta lebih rakyat negeri ini masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Coba tengok mobil-mobil yang diparkir di Gedung DPR. Isinya, bertebaran mobil-mobil mewah. Mulai jenis Alphard yang harganya sekitar Rp2 miliar hingga Hummer yang berharga sekitar Rp2,5 miliar.
Sejatinya, memiliki kekayaan berlimpah merupakan hak asasi setiap orang. Namun, apakah pantas perilaku hedon itu ditunjukkan seorang pejabat, sedangkan rakyatnya hidup miskin. Pertanyaannya, apakah kekayaan itu diperoleh sebelum atau justru setelah menduduki jabatan publik?
Pola itu semakin dikecam, sebab para politisi itu harus memperjuangkan nasib rakyat. Beberapa survei juga menilai kinerja wakil rakyat buruk.
Belum lagi jika melihat apa yang terjadi saat persidangan yang mereka klaim untuk membahas nasib rakyat. Tanda tangan di buku kehadiran selalu penuh. Namun, di dalam gedung terlihat banyak kursi yang ditinggalkan tuannya. Sungguh ironis.
Wah wah wah
sumber
Jangan lupa di like...
Follow Juga Ya....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar