Sabtu, 03 Desember 2011

Hari Penyandang Cacat Internasional, Bagaimana di Indonesia?

Hari Penyandang Cacat Internasional, Bagaimana di Indonesia?:
19 Tahun lalu, PBB menetapkan hari ini sebagai Hari Penyandang Cacat Internasional. Kurun waktu tersebut Indonesia telah mengesahkan konvensi internasional menjadi UU tentang Hak Penyandang Disabilitas (cacat) pada Oktober lalu. "Perlakuan terhadap disabilitas jangan dimaksudkan sebagai charity/ belas kasihan. Tetapi masyarakat harus melandaskan kepada penghormatan hak asasi manusia," kata komisioner Komnas HAM, Saharudin Daming kepada wartawan, Sabtu (3/12/2011). Sayangnya, masyarakat, pelaku usaha atau pemerintah masih memandang sebelah mata para disabilitas. Berikut beberapa perlakuan diskriminatif yang terekam media: Layanan Pesawat Terbang Ridwan Sumantri, seorang penyandang disabilitas menggugat ke pengadilan sebuah perusahaan maskapai penerbangan nasional. Gugatan ini bermula ketika Ridwan, hendak terbang menuju Denpasar pada Senin 11 April 2011 dari Bandara Soekarno-Hatta. Ridwan merasakan perlakuan diskriminatif usai melakukan check in. Awalnya dia meminta tempat duduk bagian depan supaya tidak terlalu jauh digendong. Nyatanya, dia mendapat seat 23 A atau bagian tengah. Diskriminasi lainnnya yaitu dia dipaksa menandatangani surat sakit. Tercantum pula jika sakitnya menyebabkan penumpang lain sakit, maka dia yang harus menanggung. Dirinya sempat protes hingga penerbangan molor selama 40 menit. Kru pesawat juga mengancam apabila tidak mau menandatangi surat sakit, maka Ridwan harus turun. Kasus ini masih bergulir di PN Jakpus. Layanan Perbankan Penyandang tuna netra di Medan, Sumatera Utara pada pertengahan 2011 ditolak untuk menjadi salah satu nasabah di bank swasta. Penyandang tunanetra ditolak pihak bank karena dianggap tidak mampu melakukan kewajibannya sebagai nasabah. Hak Mendapatkan Pekerjaan Puluhan pekerja yang tuna rungu/tuna wicara di sebuah restoran waralaba terkenal di Jakarta di-PHK tanpa pesangon pada Mei 2011. Padahal, mereka telah mengabdi di resto cepat saji yang ada di Gedung Sarinah itu selama 15 tahun. Mereka di PHK dengan alasan pemilik lahan tidak berhasil mereguk untung dari bisnis jualan ayam goreng dan hamburger. Akhirnya waralaba itu gulung tikar per Mei 2010. Layanan Fasilitas Publik Nenek Sukartinah (69), mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sambil menggunakan kursi roda, Sukartinah susah payah memasuki gedung PN yang berundak. Pihak PN Jakpus beralasan belum bisa membuat lift karena listrik tidak kuat. Akses transportasi di Jakarta belum ramah terhadap penyandang cacat. Seperti halte bus, terminal bus, stasiun. Beberapa gedung pemerintahan juga belum semuanya memberikan kemudahan bagi penyandang disabilitas. Sumber: vivanews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman