Selasa, 11 November 2008

MITRA?

Oleh: Ardian Syam


Lebih dari 1 dekade yang lalu banyak ahli manajemen SDM menyatakan bahwa pegawai perusahaan, bila dilihat dari pendekatan akuntansi, dapat dikatakan intangible asset. Saat itu pendekatan ini dianggap paling tepat karena perusahaan mengeluarkan biaya untuk recruitment yang bisa diartikan sebagai invesmen atau pengadaan aktiva.

Kemudian pada saat para SDM tersebut diterima maka perusahaan mulai mengeluarkan biaya untuk gaji, allowances dan benefits, yang dengan konsep tadi dapat diartikan sebagai beban operasi dan pemeliharaan aktiva. Kemudian karena performansi yang luar biasa maka para SDM tersebut diberikan promosi atau kenaikan pangkat yang berarti naik pula gaji, allowances dan benefits yang perlu dikeluarkan perusahaan untuk para SDM, yang bila dilihat dari pendekatan aktiva tetap dapat diartikan sebagai beban penyusutan aktiva tetap.

Namun dari konsep tersebut tidak dapat dikatakan bahwa kita sudah memanusiakan manusia (ngewongke wong) karena kita lalu menganggap manusia adalah barang, benda mati, sesuatu yang dapat diperlakukan sekehendak hati dan tidak perlu dipedulikan apakah aktiva tetap tersebut suka atau tidak diperlakukan demikian. Bila memang aktiva tetap yang sedang dibicarakan adalah alat produksi yang dapat bekerja 24 jam sehari 7 hari seminggu memang kita sedang membicarakan mesin. Tetapi intangible asset yang sedang dibicarakan justru manusia. Mungkin mereka tinggal di rumah di sebelah rumah kita. Mungkin mereka sangat baik ke anak-anak kita. Mungkin mereka setiap siang makan di meja di sebelah meja kita. Mungkin mereka yang menyelamatkan kita ketika kita mengalami kecelakaan akibat tabrakan di jalan.

Benarkah mereka memang intangible asset? Sebuah cara berfikir yang memang pantas dipertanyakan. Apakah kita memang sudah tidak lagi dapat memperlakukan manusia sebagai manusia? Saat anda menganggap SDM di bawah anda sebagai intangible asset, pernahkah terfikir saat mereka menjadi atasan kita suatu hari nanti, bagaimana mereka akan menganggap kita, intangible asset juga? Bagaimana bila satu saat kita sudah pensiun dan mereka yang menjadi pimpinan, bagaimana mereka menganggap kita? Aktiva tetap yang telah dihapuskan?

Kemudian semua pakar manajemen SDM di seluruh dunia beramai-ramai menyebut bahwa SDM perusahaan adalah mitra perusahaan. Bila perusahaan diartikan sebagai manajemen maka berarti SDM di bawah pihak manajemen adalah mitra para manajemen. Konsep yang enak didengar. Berarti para mitra di kedua belah pihak berdiri sejajar. Untuk banyak hal, bargaining position kedua belah pihak berada di level yang sama. Sebuah konsep yang menyenangkan.

Bagaimana dengan kenyataan? Benarkah demikian? Benarkah anda, sebagai manajemen, menganggap SDM yang anda pimpin adalah mitra anda. Berdiri sejajar, berada pada bargaining position yang sama kuat? Benarkah anda bersedia mendengarkan isi hati mereka yang mereka suarakan kepada anda?

Di kondisi-kondisi seperti ini, memang tidak nyaman menjadi manajemen. Di satu sisi, kita memiliki sekumpulan tugas, tanggung-jawab, order, tujuan perusahaan, yang harus kita laksanakan bersama-sama. Di sisi ini kita berarti perlu mendelegasikan seluruh tugas kepada semua SDM di bawah kita. Equally sesuai kompetensi mereka masing-masing. Kondisi ini bukanlah kondisi yang sulit untuk anda jalankan, pasti.

Di sisi lain, bagaimana bila konsep anda, rencana anda untuk mereka bertentangan dengan konsep mereka, rencana mereka untuk diri mereka sendiri?

Dalam kondisi ini sangat tergantung cara berfikir yang mana yang anda pilih untuk anda percayai. Apakah anda benar-benar percaya pada cara berfikir intangible asset atau anda lebih percaya pada cara berfikir bahwa SDM adalah mitra.

Saat anda berfikir bahwa SDM di dalam organisasi yang anda pimpin adalah intangible asset maka akan dengan mudah anda memindahkan mereka ke tempat yang anda anggap tepat, anda tidak merasa perlu mempertanyakan pertimbangan mereka atas rencana anda terhadap mereka. Anda akan dengan mudah pula memposisikan mereka di jabatan yang anda anggap tepat.

Pernahkah anda terfikir bagaimana bila anda adalah mereka dan mereka berada di posisi anda, di jabatan anda sekarang? Pernahkah anda mencoba merasakan apa yang mereka rasakan karena tindakan anda terhadap mereka?

Seringkali SDM yang sedang tidak memegang kekuasaan tidak dapat berdiri sejajar dengan para personil yang menjadi anggota manajemen dari berbagai level. Para manajemen merasa tidak perlu memberitahukan kepada seluruh personil dalam perusahaan bahwa salah satu posisi manajemen telah kosong dan ada serangkaian persyaratan untuk memegang posisi tersebut.

Seringkali pula para manajemen menetapkan seorang personil memegang posisi tertentu tanpa bertanya terlebih dahulu kepada personil tersebut apakah mereka bersedia memegang posisi tersebut atau tidak, bersediakah mereka berada di lokasi tersebut atau tidak. Seringkali kondisi ini menjadi pemicu masalah, kebanyakan personil yang menduduki jabatan tertentu ternyata kinerja mereka menjadi menurun karena mereka tidak merasa senang ditempatkan di posisi tersebut, di lokasi tersebut.

Kinerja menurun? Nah, anda mungkin baru tersadar sekarang. Pernahkah anda perhatikan pejabat tertentu, ketika dia belum menjabat posisi tersebut, dan setelah dia menjabat posisi tersebut? Saya sangat yakin, anda bukan berniat membuat personil ini menjadi terlihat buruk, memiliki kinerja yang menurun, kemudian mendapatkan hukuman dari perusahaan. Tetapi hal ini bisa menjadi kenyataan bila mereka yang anda posisikan tidak merasa senang menjabat posisi tertentu atau berada di lokasi tertentu.

Mungkin anda berfikir bahwa setiap personil yang belum pernah mendapatkan jabatan tertentu berarti mereka masih membutuhkan basic need (masih ingat piramid Abraham H Maslow?) sehingga penghasilan yang lebih besar karena menduduki jabatan tertentu dapat membuat mereka bahagia? Beberapa personil tertentu tidak lagi membutuhkan basic need, mungkin karena mereka telah mempunyai penghasilan cukup besar di luar, mungkin karena mereka bukanlah ‘penduduk material world’. Sehingga mereka sudah berada di lantai self esteem dalam piramid Maslow.

Memang, bila anda menganggap SDM adalah mitra perusahaan maka mau tidak mau anda harus lebih mengalah dalam mengatur organisasi. Anda mungkin merasa posisi tertentu di organisasi anda yang pimpin sudah perlu untuk diisi orang baru. Maka yang dapat anda lakukan adalah mentenderkan posisi tersebut sehingga semua personil dalam perusahaan mengetahui hal ini. Tentu saja tidak tertutup kemungkinan anda menghubungi orang tertentu untuk ikut mendaftar, bila yang bersangkutan memang ingin menduduki posisi tersebut. Kemudian anda tinggal memilih yang terbaik dari yang telah mendaftar. Dengan metode seperti ini anda dapat menghindari kinerja menurun dari pejabat baru tersebut.

Masihkah SDM merupakan mitra perusahaan?

* Ardian Syam menempuh pendidikan terakhir di Magister Akuntansi, UGM, Yogyakarta, 2004. Saat ini ia bekerja sebagai Financial Analyst di PT Telekomunikasi Indonesia Tbk., Divisi Regional I Sumatera, sekaligus menjadi dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Ardian dapat dihubungi di: ardian.syam@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman