Ia mengatakan para lelaki yang telah menikah harus memelihara budak seks sebagai antisipasi jika istri mereka berhalangan. Ia menegaskan mempunyai budak seks sama saja dengan mempunyai istri sah. Ia bahkan menyebutkan perempuan-perempuan yang dapat diperdagangkan itu bisa diperoleh dari negara-negara yang sedang berperang, seperti Chechnya. Karena budak seks itu harus berstatus tawanan perang.
Dia berdalih, dulu orang-orang kaya dibolehkan mempunyai budak, termasuk perempuan yang bisa dijadikan pemuas hawa nafsu. Namun di zaman sekarang, ide itu sangat kontroversial dan dianggap melecehkan kaum hawa.
Ia beralasan ketimbang mati sia-sia lantaran kelaparan akibat situasi perang, lebih baik menjadi budak seks dengan hidup terjamin dan aman. “Tidak ada yang memalukan dan (budak seks) ini tidak haram menurut hukum Islam,” kata Salwa beralasan. Ia pun menuduh secara sepihak bahwa para pemimpin yang hidup di abad ke-8 bahkan ada yang memelihara 2.000 budak seks.
Meski begitu, ia mensyaratkan umur minimal perempuan yang bisa dijadikan pemuas nafsu adalah 15 tahun. Ia pun mengusulkan agar perdagangan budak seks itu dilegalkan seperti perdagangan pembantu rumah tangga.
Salwa mengklaim idenya itu mendapat dukungan dari sejumlah mufti di Arab Saudi. “Mereka bilang (memelihara budak seks) itu benar. Itu satu-satunya solusi bagi seorang pria layak yang memiliki kekayaan, nafsu seks luar biasa, dan tidak ingin berbuat zina,” ujarnya.
Ide itu bertentangan dengan ajaran Islam. Saat Islam datang, saat itu budaya Arab memang masih diwarnai perbudakan. Untuk menghapuskan perbudakan itulah, maka dibolehkan majikan menikahi budaknya. Bila sudah dinikahi, maka status sang budak menjadi orang merdeka.[tempatbagibagi.blogspot.com]
Jangan lupa di like...
Follow Juga Ya....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar