Rabu, 29 Oktober 2008

CARA SUKSES MELUNCURKAN BUKU SENDIRI

Oleh: Hartati Nurwijaya Papafragkos

"Try not to become a man of success but rather try to become a man of value."
~ Albert Einstein

Jika Anda pernah membaca artikel saya beberapa waktu lalu di milis Penulis Bestseller berjudul “Long and Winding Road”, nah tulisan kali ini merupakan lanjutannya.

Ketika saya mengirim naskah ke penerbit besar belum mendapat jawaban, maka akhirnya saya putuskan untuk mengirim ke penerbit kecil. Restu Agung, sebuah penerbit yang berada di Jakarta, memutuskan akan menerbitkan hanya dalam waktu dua minggu setelah menerima naskah saya.

Setelah naskah diterima, saya ingin naskah itu cepat menjadi buku. Buku yang ingin dilihat dan dibaca oleh salah seorang kontributor yang terus memberi dukungan. Kindeng namanya, yang juga memperkenalkan saya dengan artis Jajang C. Noer. Jajang pula yang menulis kata pengantar di buku pertama saya ini.

Hal pertama yang saya pikirkan dari sebuah buku adalah kavernya. Saya meminta suami membuat desain kaver buku serta membuat diagram ke dalam bahasa Indonesia yang telah diberi izin oleh pembuat aslinya. Suami saya tampak “ogah-ogahan” ketika saya minta membuat desain kaver sesuai keinginan saya.

Membuat desain kaver itu sangat penting. Sebab, hasil riset pasar menyatakan bahwa banyak pembeli melirik buku dari bentuk kavernya. Hasil riset kaver ini saya pelajari dari toko buku online Amazon.com (www.amazon.com).

Naskah buku pertama saya Perkawinan Antarbangsa: LOve and ShOck melibatkan sejumlah kontributor perempuan. Nah, bagaimana agar buku ini tidak mencerminkan sebagai buku “cewek”? Jadilah saya berpikir agar kaver tidak “berbau” perempuan. Kaver saya ciptakan sebagai buku serius dan tidak segmented. Saya ingin buku ini dibaca oleh semua kalangan dan semua lapisan masyarakat di dunia.

Hasilnya, memang tampak kaver sebagai buku ilmiah walaupun warna kaver kurang terang seperti yang saya harapkan. Sebelumnya saya meminta agar warna radio BBC World dipakai. Ketika saya riset pasar di Jakarta, tampak sebuah buku yang telah lebih dahulu dicetak dengan desain warna kaver yang hampir sama. Hanya bedanya, buku saya warnanya lebih gelap.

Ada sejumlah kali ide kaver dari pihak penerbit yang saya tolak. Sebab, gambar kaver sangat berbau perempuan. Misalnya; ada gambar bunga mawar, ada gambar pengantin, bahkan gambar hati yang dipanah.

Setelah setuju dengan kaver seharusnya isi layout buku selayaknya diperlihatkan pada penulis. Namun, akibat kejar terbit dan buku harus jadi sebelum tanggal 28 Oktober 2007 lalu, akhirnya saya tidak menerima cetak-coba (dummy).

Saya tiba di Jakarta tanggal 25 Oktober 2007 malam hari. Keesokannmya langsung bertemu EO (event organizer) dan penerbit. Memang, sejak beberapa bulan sebelumnya saya sudah mempersiapkan bagaimana bentuk promosi buku pertama saya ini. Ide yang terlintas adalah peluncuran buku di universitas-universitas, tempat di mana banyak anak muda berkumpul.

Mau tidak mau saya membutuhkan EO yang bersedia mengatur segala acara. Sebab, jarak yang jauh antara Yunani dan Indonesia tidak memungkinkan saya bergerak mencari sponsor sendiri serta mengatur segala sesuatunya.

Mencari EO juga susah-susah gampang. Ada EO yang sudah beken ternyata tidak tertarik melakukan peluncuran buku. Akhirnya, bertemulah dengan seorang anak muda di internet yang punya jiwa seni tinggi. EO Evonica namanya, yang dimotori oleh Yurie. Ia bersedia menerima tawaran kerjasama, tanpa imbalan uang cash. Saya hanya menawarkan hasil penjualan buku dari nilai diskon yang diberikan oleh penerbit. Penerbit Restu Agung tidak memberi bantuan dana promosi sepeser pun sesuai dengan isi perjanjian di SPP (Surat Perjanjian Penerbitan).

Karena berkenalan di internet, maka komunikasi makin lancar. Setiap hari saya chatting dengan EO tersebut. Chatting untuk mengarahkan dan memberi tahu harus ke mana mencari sponsor. Sayang, waktu yang sempit menjadi kendala utama sehingga EO tidak bisa bergerak mencari dana. Saat itu bulan Ramadhan dan beberapa perusahaan sulit memberi keputusan sebagai sponsor dalam waktu singkat.

Yurie yang biasa menangani band dengan mudah bisa masuk ke kampus-kampus. Dua bulan sebelumnya melalui pendekatan personal, saya minta izin pada Dekan Fakultas Sastra Universitas Andalas Padang untuk acara diskusi buku.

Izin dan respon dari beberapa universitas didapatkan. Masalah tempat teratasi. Sekarang bagaimana membuat sebuah event yang besar? Datanglah ide dari EO agar acara diadakan di Blizt Megaplex. Saya baru dengar nama Blizt dan langsung melakukan search. Tampak di layer monitor Blizt ternyata tempat anak muda nongkrong juga. Blizt adalah bioskop dan tampak modern. Saya sangat antusias melihatnya, maklum di tempat saya tinggal tidak ada gedung bioskopnya.

Tempat peluncuran awal sudah didapatkan. Kemudian masalah membayar Blizt. Yurie yang kenal dengan salah seorang supervisor Blizt Jakarta mulai melakukan pendekatan pribadi. Ia minta tolong bantuan agar dapat menggunakan Blizt dan diberi harga diskon. Usahanya berhasil, kami dapat tempat di Blizt tepat sesuai keinginan yaitu tepat pada hari Sumpah Pemuda.

Ide awal hanya untuk peluncuran buku, langsung saya ganti konsepnya menjadi Perayaan Sumpah Pemuda. Dalam hati saya ingin memberi sesuatu pada negeri tercinta. Saya membaca isi Sumpah Pemuda dan terharu mengenang negeri nan jauh di mata. Tekad semakin bulat agar acara lebih fokus pada Sumpah Pemuda.

Karena sudah sering chatting dan diskusi melalu telepon dengan Yurie, maka ketika pertama kali bertemu saya sudah langsung akrab dengannya. Setelah bertemu kami langsung menuju ke penerbit di daerah Kwitang. Di kantor penerbit sudah ada pemiliknya dan manager BDD-nya. Setelah basa-basi, langsung saya menandatangai surat kontrak penerbitan buku (SPP). Isi SPP bahwa buku dicetak 2000 ekslemplar dan judul buku masih memakai judul lama.

Selain kaver judul merupakan “paru-paru” dari sebuah buku. Buku perdana ini sudah mengalami beberapa kali ganti judul. Dari mulai judul “Suamiku Bule”, “Ketika Timur Bertemu Barat”, dan “ Bagaimana Sih Punya Suami Asing?”. Hingga pada saat terakhir buku hendak dicetak, saya tiba-tiba mendapat ide judulnya menjadi, “Perkawinan Antarbangsa; LOve and ShOck”. Sengaja saya ingin huruf O ditulis besar agar semua yang melihat dan membaca bukunya akan berkata “Oooo.... begitu ya...”

Proses pemberian judul sebuah buku memang hak penerbit. Tetapi, sebagai penulis kita harus punya ide sendiri. Penulis harus rajin melakukan riset sendiri. Dari hasil riset saya berkesimpulan bahwa pangsa pasar anak muda suka dengan nama yang berbau asing. Mulai film yang berjudul “Eiffel in Love” hingga “I Beg You Prada” sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Jadilah “Love and Shock”, judul yang mantap dipilih. Bersambung.[hnp] * Hartati Nurwijaya Papafragkos adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama keluarganya di Megara, Yunani. Penulis buku “Perkawinan Antar Bangsa: Love and Shock”, ini dapat dihubungi di email: tatia30@yahoo.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman