Rabu, 29 Oktober 2008

CAREER AUDIT

Oleh: Adjie


Apa yang ada di benak Anda kala mendengar konsep “audit”? Dengan latar belakang yang berbeda, Anda bisa punya pandangan yang berbeda atas konsep di atas. Sementara bagi Anda yang bekerja di kantoran, sebagai karyawan, maka konsep audit akan memiliki warna yang nyaris senada. Secara khusus, sebagian dari Anda mungkin tak sedikit yang pernah terlibat dalam audit manajemen mutu, audit lingkungan, audit kesehatan dan keselamatan kerja (K3), atau audit jenis lainnya.

Sempat beberapa tahun merasakan diaudit oleh auditor luar (external auditor) dan juga berperan sebagai internal audit, maka terus terang saya sampaikan bahwa proses audit adalah salah satu bagian pengalaman yang kurang menyenangkan buat saya. Saya pernah sedemikian terganggu oleh proses audit.

Karena tak bisa menghindari, maka perlahan saya berupaya membangun sudut pandang baru terhadap audit. Melakukan ”reframing” sedikit mampu menghibur saya. Melihat dengan kaca mata berbeda sempat membuat audit sedikit menarik. Paling tidak saya dapat menemukan sejumlah hal positif, yang antara lain adalah terkait dengan aplikasi proses audit dalam konteks kehidupan kita. Menurut saya, kita juga perlu melakukan audit atas aspek ”karier”, ”keuangan”, ”hubungan dengan keluarga”, ”kepuasan” dan aspek lain dalam kehidupan kita. Untuk yang ini, saya membayangkan proses audit akan jadi lebih berwarna dan menggairahkan!

***

”Saya menyesal, Mas. Saya sudah amat terlambat untuk sadar situasi saya. Baru belakangan ini saya tahu bahwa saya mungkin terjebak di tempat ini. Awalnya mungkin karena saya sendiri nggak tahu apa yang saya mau,” begitu kira-kira lontaran ’nelangsa’ seorang kawan. Ia mengungkap betapa ia tengah dalam pergulatan yang berat terkait dengan masa depan kariernya. Ia merasakan banyak tekanan dan benturan, dan kini merasa harus segera keluar dari tempatnya bekerja.

Waktu itu, saya hanya bisa bengong mendengar kisahnya. Awalnya saya tak terlalu mendalami persoalannya. Diskusi yang kami lakukan cuma berakhir pada sebatas empati kelas permukaan. Namun, lama-kelamaan saya makin memahami betapa berat bebannya. Dan ia benar: ia memang harus segera mengambil langkah konkret terkait dengan karier dan masa depannya.

Seorang manajer usia muda juga sempat ”curhat” pada saya. ”Saya bingung nih, habis ini saya mau ngapain lagi. Jadi manager sudah. Gaji besar sudah saya dapat seperti yang saya mau,” suaranya bergetar tanpa maksud menyombongkan diri. Ia memang dalam situasi genting dan harus mengambil langkah terkait dengan kariernya.

Pasti ada banyak lagi contoh nyata yang bisa jadi Anda temui dalam keseharian di lingkungan kantor. Persoalan karier bergerak dalam dimensi yang luas. Ada yang mulai sekadar isu gaji hingga perkara aktualisasi diri dan keseimbangan hidup. Menarik!

Memahami peta persoalan karier yang demikian berwarna, maka gagasan untuk melakukan ”career audit” kian menjadi penting. Ini adalah langkah awal untuk kelanjutan masa depan karier Anda. Sebagaimana layaknya audit-audit lain, ”career audit” bisa membantu kita menemukan akar masalah lalu menuntun kita menemukan ”corrective dan preventive action”. Ada langkah pencegahan yang bisa dilakukan agar kita tak terperangkap dalam lubang hitam karier Anda. Untuk yang sudah dan tengah terperangkap dalam lubang itu, maka terbuka kesempatan untuk memperbaiki permasalahan.

***

Audit adalah proses dialog, komunikasi dua arah bermodalkan ketajaman dalam melontarkan pertanyaan. Bedanya, dalam ”career audit” Andalah yang juga harus menyiapkan jawaban atas pertanyaan yang muncul. Dalam hubungannya dengan ”career audit”, maka sejumlah pertanyaan yang bisa diajukan antara lain adalah:

1. Apakah hari ini Anda merasa bahwa karier Anda masih dalam bentuk yang Anda inginkan? Kita perlu waspada agar karier kita tak tumbuh berantakan tak proporsional.
2. Apakah sudah mulai ada rasa muak terhadap karier Anda?
3. Apakah sudah ada tanda-tanda meningkatnya tekanan darah sebagai akibat stres kerja? Saya beruntung di kantor saya ada program cek tekanan darah secara rutin.

4. masihkah Anda bahagia dengan apa yang Anda kerjakan setiap hari di kantor?

Pertanyaan sederhana yang tentu tak selalu mudah untuk dijawab. Apalagi ketika ini melibatkan masa depan karier kita yang pada banyak titik juga berarti masa depan hidup kita.

Terus terang saja, menuliskan coretan ini adalah bagian dari usaha saya untuk juga mengontrol arah karier pribadi saya. Tegasnya, ini adalah skenario versi saya sendiri dalam melakukan ”career audit”. Saya berkepentingan melakukan ”career audit” antara lain ketika saya mendapat sejumlah tawaran untuk pindah ke perusahaan lain. Ini bukan pola yang tepat.

Idealnya Anda tetap melakukan ”career audit” tanpa menunggu sesuatu terjadi di luar sana. Pendekatan yang proaktif akan membuat Anda lebih tenang melihat permasalahan. Ketajaman dalam menemukan dan menimbang persoalan akan membantu Anda sampai pada alternatif solusi.

Melakukan ”career audit” secara sederhana akan membantu kita sampai pada beberapa pencerahan, antara lain:

1. Akan sampai pada pemahaman akan siapa diri Anda, pada pekerjaan apa Anda mampu memberikan kinerja terbaik, dan bagaimana biasanya Anda melakukan sesuatu agar dapat memberi hasil optimal.
2. Anda akan mengenali keterampilan, minat, nilai-nilai, kecenderungan preferensi pribadi dan juga pengalaman-pengalaman Anda. Apakah hal-hal tersebut masih bisa diandalkan untuk bersaing?
3. Anda akan menemukan apa saja prestasi yang sudah Anda peroleh. Dari prestasi tersebut, kompetensi apa saja yang berhasil Anda kembangkan. Ke depan, kompetensi apa lagi yang harus Anda improve? Bagaimana caranya?
4. Anda disadarkan akan prioritas Anda. Mau apa? Mau ke mana Anda? Dengan bekerja apa saja yang Anda harapkan? Berdasarkan pemahaman akan diri sendiri tersebut, coba jajaki pilihan-pilhan yang tersedia untuk pengembangan ke depan. hal-hal di atas akan mengantar kita pada titik keseimbangan yang sebenarnya kita cari.
5. Mengenali seberapa besar sebenarnya harapan dan kebutuhan Anda akan penghargaan orang lain. Apakah penghargaan jadi hal yang penting? Penghargaan seperti apa yang sebenarnya Anda butuhkan?

Buat saya, kesadaran seperti di atas sungguh menjadi modal untuk melakukan tindak lanjut. Karenanya, saya pun merekomendasikan langkah ini bagi Anda semua. Perlahan Anda pasti akan menemukan pertanyaan-pertanyaan lain yang lebih tajam, yang akan mendorong Anda untuk lebih jujur. Semakin tajam pertanyaan, makin jujur Anda merespon, maka makin jelaslah gambar karier yang Anda maksud.

***

Menjalani “career audit” yang sederhana juga membuat saya teringat pada apa yang pernah disampaikan oleh Paul Stevens, pakar dan penulis buku tema “Career Management”, yang berujar sebagai berikut:

"...employees will need to act as if they are self-employed in order to preserve their employability. They will need to analyse what they want, what they can contribute and provide a Career Action Step Proposal to their employer. Neglect of this will threaten their job security."

Buat saya, pernyataan di atas menarik. Pertama, karena ini sekali lagi berhubungan dengan konsep employability expired date. Ya, pada dasarnya kita memang harus menaruh perhatian pada sejauh mana keterampilan yang kita miliki masih layak pakai. Tak sedikit orang yang terperangkap sehingga lupa mengasah gergajinya. Pada satu saat mereka terkejut karena apa yang mereka miliki tak lagi dibutuhkan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Kita harus waspada pada sejauh mana ”employability” kita.

Kedua, hal di atas berarti terkait dengan gagasan untuk melihat diri sendiri sebagai satu product atau barang jasa (service). Kerangka besarnya adalah tantangan kita semua untuk memuaskan customer kita, yakni perusahaan tempat kita bekerja. Untuk memuaskan ”customer” kita, maka ada banyak tindakan yang tentunya menuntut keterampilan tertentu.

Ketiga, tulisan kutipan di atas kembali mengajak kita untuk terus melakukan action, terus melakukan aktivitas pengembangan diri. Ini sejalan dengan dua poin sebelumnya. Kata kuncinya adalah mempertahankan spirit pembelajar dalam diri kita. Terus mengasah diri adalah kewajiban.

Jadi, jelas bahwa “career audit” pada dasarnya adalah salah satu langkah untuk mempertahankan ”employability” kita. Melakukan “career audit” lalu memperhatikan ”employability” tampaknya juga sejalan dengan gagasan tentang ”self-employed mind set”. Karyawan perlu berpikir seakan dia adalah “self employee”. Dia tak bisa lagi banyak bergantung pada orang lain atau bahkan perusahaan. Tak ada ”job security”. ”Security” hanya berarti terus mengasah diri dan meningkatkan keterampilan. ”Security” akan tercapai tergantung kepada sejauh mana Anda mampu menjual keterampilan Anda.

Mudah-mudahan tulisan singkat ini bisa menjadi reminder buat kita semua.[adjie] * Adjie adalah karyawan sebuah perusahaan multi-national. Sehari-hari, selain terus berlatih menulis, ia juga menempatkan diri sebagai Facilitator for Human Resiliency Development (FHRD). Ayah empat orang anak ini adalah peminat tema life balance dan mind empowerment. Ia dapat dihubungi di:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman