Rabu, 29 Oktober 2008

MENULIS UNTUK MEMBERDAYA DIRI: MELUKIS KEHIDUPAN

Oleh: Adjie

“People have all the resources they need to bring about change and success.”

Pembelajar yang menyukai pendekatan berbasis NLP (Neuro Linguistic Programming), pasti sudah sering mendengar pernyataan di atas. Ada semacam nilai atau keyakinan yang hendak ditawarkan kepada khalayak, seraya mengingatkan kita semua tentang dahsyatnya sumber daya dalam diri.

Dalam kalimat yang senada, seorang kawan pernah menulis bahwa, “Setiap orang adalah ahli tentang masalah-masalah yang dialami dalam hidupnya. Orang memiliki keterampilan, kompetensi, keyakinan, nilai, komitmen, dan kemampuan untuk mengurangi pengaruh dari masalah-masalah yang dialaminya.” Lagi-lagi, seharusnya ini juga bukan pernyataan bombastis yang aneh. Ini mestinya menjadi kalimat biasa saja, apalagi ketika kita memandang dengan kaca mata berbau agama, di mana sudah ditegaskan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan yang sempurna. Dengan kesempurnaannya, manusia mestinya memiliki modal lebih dari cukup untuk mendapat dan meraih yang ia mau, bukan?

Kalau kemudian realitasnya masih banyak di antara kita yang tak mulus berubah dan meraih sukses, tentu ada yang perlu kita cermati lebih dalam. Kalau fakta hari ini memberi data tentang betapa banyak di antara kita yang justru merasa gagal dan bingung, mungkin ini pertanda ada yang perlu ditelaah lebih lanjut. Kita perlu mencari tahu, apa yang kurang pas dan tidak efektif yang membuat kita mengalami kegagalan? Apa yang salah sehingga kita bahkan tak tahu apa saja sumber daya yang kita miliki itu?

Bahkan, ketika telah banyak pelatihan kita ikuti, banyak buku kita baca, banyak ceramah kita dengar, pada kenyataannya saya menduga bahwa jumlah orang yang merasa sukses jauh lebih sedikit ketimbang jumlah yang orang yang ikut pelatihan, mendengar pencerahan, dan membaca buku-buku pengembangan diri.

Ini tentu hanya hipotesis permukaan yang memiliki banyak kelemahan. Apalagi ketika tidak didukung banyak data ilmiah. Dan saya juga tak hendak bersibuk mempertahankan hipothesis ini, karena lebih penting buat saya justru mengajak kita semua berkaca, melihat ke dalam dan menggali pengalaman keseharian, atau sekadar melihat pengalaman kawan-kawan di sekitar. Coba saja lihat dan bertanya pada mereka. Seorang penulis buku bahkan sempat mengaku, bahwa ia pun mengalami kejadian serupa: success rate-nya pernah berada pada tingkatan yang tidak memuaskannya.

Tentu tak ada yang salah dengan banyak buku, beragam pelatihan, dan hiruk pikuk ceramah pencerahan yang pernah kita ikuti, baca, dan dengar. Jelas, semua pasti ada manfaatnya. Persoalan kita kali ini adalah bagaimana mengakselerasi proses sukses yang kita maksud dan kita impikan itu.

Mengingat bahwa saya sendiri pernah mengikuti sejumlah pelatihan yang bahkan berbiaya belasan juta, saya bahkan pernah mengajukan pertanyaan bernada sinis pada diri sendiri: ”Benarkah aku sedemikian parah? Sehingga untuk sebuah perubahan, aku harus mengeluarkan uang demikian banyak?” Jangan-jangan, kalau kita sungguh disiplin mengikuti petunjuk dari satu saja buku tentang kesuksesan, maka besar kemungkinan keberhasilan yang kita impikan bakal dengan cepat terwujud.

Kabar miris jenis inilah yang kemudian mendorong saya untuk mulai mencari gagasan alternatif, yang paling sedikit akan dapat melengkapi gagasan lain dalam jagat pengembangan diri.

Maka, sampailah saya pada gagasan yang hendak mengeksplorasi aktivitas tulis-menulis justru sebagai media untuk memberdaya diri.

Aktivitas dan dunia tulis menulis yang sekarang saya pikirkan ini bisa sangat berbeda dengan arus utama yang mewarnai pemahaman umum masyarakat. Coba saja, silahkan Anda lihat apa yang belakangan ini semarak ditawarkan di pasar pelatihan dan perbukuan, khususnya yang mendalami aktivitas tulis-menulis.

Sepanjang yang saya cermati, yang selama ini banyak ditawarkan adalah aktivitas tulis-menulis dalam kerangka yang berbeda. Kalau ada pelatihan tentang tulis-menulis, biasanya ditujukan untuk meningkatkan keterampilan seseorang dalam menulis. Ada yang menjanjikan percepatan peningkatan kompetensi membuat cerita pendek dan tak sedikit yang mengajarkan bagaimana cara menulis sebuah buku. Jadi, yang coba ditingkatkan adalah keterampilan menulisnya. Jadi, yang banyak diulas adalah persoalan teknik seputar penulisan, semisal mencari ide, memfokuskan ide, hingga menerjemahkan ide jadi bahan tulisan.

Nah, yang saya pikirkan sangat berbeda. Saya justru tak terlalu peduli dengan persoalan kemampuan mengeksplorasi bahasa dan menuangkannya jadi tulisan. Paling tidak di tahap awal, saya justru tak memikirkan persoalan gaya menulis dan pakem-pakem teknik penulisan. Yang penting orang itu sekedar bisa menulis, maka cukuplah modal untuk memanfaatkan pendekatan ini. Sambil senyum, saya sendiri jadi makin disadarkan betapa gagasan ini memiliki faktor pembeda dari yang sudah banyak diungkap di pasaran. Pun ketika disandingkan dengan keyakinan bahwa tak ada yang terlalu baru di kolong langit ini, maka paling tidak coretan ini bisa menjadi gagasan alternatif. Kalau gagasan ini selaras dan bersinggungan dengan gagasan besar lain, maka semoga ini menjadi sebuah upaya yang akan memperkaya warna dan dinamika proses pemberdayaan itu sendiri.

Aktivitas tulis-menulis yang saya maksud di sini justru adalah bagaimana kita memanfaatkan tulis-menulis untuk mulai mengenali diri sendiri, makin bersahabat dengan kekuatan-kekuatan yang terpendam, makin percaya pada potensi besar dalam diri, dan akhirnya menjadikan itu semua sebagai modal untuk melesatkan busur sukses yang kita impikan.

Lihatlah betapa gagasan ini cenderung tak ingin bersibuk dengan perkara teknik dan kemampuan membuat tulisan. Ia justru lebih mementingkan proses menulisnya itu sendiri dan kemudian mengambil manfaat dari tulisan-tulisan itu. Tulisan yang saya yakini bisa menjadi alat memberdaya diri itu tak lain adalah narasi kehidupan kita sendiri. Jadi, yang dituliskan sungguh hanyalah kisah tentang diri kita sendiri.

Karena, akarnya tertancap di dalam diri, maka awalnya adalah mengenal diri sendiri. Untuk mengenal diri sendiri dengan begitu kita perlu membaca kembali kisah perjuangan, sepak terjang, cerita sukses dan sedih yang kita alami sendiri. Jadi, tulisan untuk pemberdayaan diri ini tak lain adalah tulisan tentang diri sendiri. Ini adalah narasi diri kita sendiri. Tulisan-tulisan macam inilah yang kemudian menjadi cermin pembelajaran bagi kita, sang tokoh dalam kisah yang kita tulis sendiri itu.

Inilah sisi unik lainnya. Kalau selama ini kita mungkin sibuk membaca tulisan tentang orang lain, maka kini kita diajak untuk mulai membaca tulisan berisi kisah kita sendiri. Kalau selama ini kita kagum pada banyak kisah sukses orang lain, maka dengan cara ini kita diajak berkaca dan perlahan menumbuhkan kekaguman, rasa syukur atas apa yang sudah kita capai. Ini semua akan membantu kita membangun percaya diri.

Menariknya lagi, dengan disiplin menjalankan langkah sederhana itu, kita tak akan berhenti pada masa lalu. Setelah membangun percaya diri dari kisah sukses masa lalu—sekecil apa pun itu—maka pelahan diharapkan akan tumbuh kesadaran yang makin kokoh betapa kita memiliki sejumlah sumber daya lain yang selama ini terpendam sebatas menjadi potensi saja.

Berbekal percaya diri, berbekal pemahaman akan potensi diri itu kita juga akan makin dikuatkan untuk mulai memanfaatkan kekuatan yang kita punya untuk merancang masa depan kita, merancang sukses kita, merancang narasi baru kehidupan kita. Jelas dan tegas bahwa Andalah penggagas masa depan Anda sendiri. Pemahaman diri, rasa percaya diri, penerimaan diri ibarat kuas dan warna-warni tinta sang pelukis. Ketika pada saat yang sama kanvas kehidupan telah terhampar di semesta ini, maka tinggal tangan pelukislah yang memutuskan hendak menggambar apa di atas kanvas itu. Terserah sang pelukis hendak menggunakan warna apa untuk gambar indahnya. Dan, Andalah pelukis itu.

Dengan begitu, melalui tulisan kita juga bisa merancang masa depan dan kisah sukses kita sendiri. Gagasan ini menjadi semacam penegasan betapa pentingnya menuliskan visi dan impian Anda. Setelah itu fokuskan perhatian, pikiran, dan usaha pada impian yang sudah Anda tulis itu. Kelak Anda tak perlu terkejut ketika menyadari bahwa perlahan Anda akan meraih apa yang pernah Anda tulis hari itu. Jadi, mulailah membangun masa depan dengan mulai menuliskannya. Mulailah menulis narasi masa depan kehidupan Anda pada hari ini. Tulislah kisah sukses masa depan Anda sekarang juga. Sungguh, mulailah menulis sepanjang kata yang Anda mampu, karena dari sanalah kisah panjang tentang sukses masa depan Anda justru dimulai.

Lalu, bagaimana teknik memanfaatkan aktivitas tulis menulis agar ia menjadi efektif sebagai alat memberdaya diri? Tentang ini akan saya tuangkan dalam tulisan terpisah.

Sebagai penutup bagian ini, saya teringat salah satu prinsip lain (presuposisi) yang dianut NLP, yang menyebut bahwa, “People create their own experience”. Saya ingin memahaminya secara sederhana dan mengaitkannya dengan gagasan inti tulisan kali ini. Selaras dengan gagasan yang saya usung, maka ketika kita mulai menuliskan narasi kita, maka sesungguhnya kita tengah memulai proses penciptaan pengalaman dan masa depan kita.[adjie]

* Adjie adalah karyawan sebuah perusahaan multi-national. Sehari-hari, selain terus berlatih menulis, ia juga menempatkan diri sebagai Facilitator for Human Resiliency Development (FHRD). Ayah empat orang anak ini adalah peminat tema life balance dan mind empowerment. Ia dapat dihubungi di: purwaji.purwaji@cognis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman