Rabu, 29 Oktober 2008

KEBAHAGIAAN “INTERNAL” DAN “EKSTERNAL”

Oleh: A. Asep Syarifuddin


KAPAN Anda merasa bahagia? Apakah ketika memperoleh hadiah? Habis bulan? Mendapatkan ucapan selamat? Atau... semua itu bisa menjadikan kita bahagia karena ada stimulus dari luar yang membuat kita dapat memenuhi kebutuhan. Tapi, bagaimana ceritanya ketika semua yang datang kepada kita itu habis? Hilang? Lenyap atau tidak lagi menjadi milik kita? Sudah tentu bila sumber kebahagiaan tersebut tidak ada maka yang muncul adalah ketidakbahagiaan. Dengan sendirinya kita harus mengejar kembali sesuatu yang dapat membuat kita bahagia tadi. Apakah ini model kebahagiaan yang salah? Tidak juga, tapi kalau Anda merasa bahagia karena sesuatu yang datang dari luar, maka siap-siap saja untuk kecewa karena sesuatu yang datangnya dari luar tidak abadi sifatnya. Ironisnya model kebahagiaan seperti ini nyaris diyakini oleh 80 persen orang kebanyakan yang hidup di dunia ini.

Lantas, apakah ada model kebahagiaan yang lain? Ada dan ini sifatnya abadi. Model kebahagiaan kedua adalah kebahagiaan "internal". Kebahagiaan ini datangnya dari dalam diri kita dan bukan dari luar diri kita. Tapi, bagaimana caranya kita memiliki model kebahagiaan seperti ini? Sepertinya susah untuk merealisasikannya. Lagi pula, kebanyakan orang bisa merasakan kebahagiaan apabila mencapai sesuatu dan mengejar hal lain bila sesuatu itu sudah tercapai. Kita bisa mencapai kebahagiaan internal dan kabar gembiranya, bila kita memiliki kebahagiaan internal, maka kebahagiaan eksternal bisa tercapai. Sementara, bila hanya mencapai kebahagiaan eksternal, maka kebahagiaan internal tidak bisa dimiliki. Caranya sederhana, ciptakan batin kita menjadi bahagia. Caranya bermacam-macam, salah satunya dengan selalu memiliki rasa bersyukur.

Coba hitung, anugerah yang sudah kita peroleh sejak lahir sampai sekarang. Kita diberi nikmat hidup, bentuk tubuh yang indah, bernapas, diberi mata, diberi hidung, mulut, lidah, paru-paru, jantung, ginjal, hati, dan pikiran. Belum lagi di luar kita, kita memiliki orangtua, saudara, tetangga, dll. Allah SWT sudah memberikan segala kebutuhan kita di dunia ini lengkap dengan segala fasilitasnya. Apakah masih kurang segala sesuatu yang sudah diberikan kepada kita? Sepertinya kita memang kurang memiliki rasa bersyukur atas hal-hal di atas yang selama ini sudah menopang hidup kita. Cobalah kita syukuri satu per satu, maka hasilnya akan sangat luar biasa bahagia.

Ya Allah ...
Aku bersyukur hari ini masih diberikan kesempatan untuk hidup.
Aku bersyukur hari ini masih bisa bernafas, terimakasih hidung, terimakasih paru-paru, terimakasih oksigen, terimakasih matahari dan pepohonan yang sudah mengubah karbondioksida menjadi oksigen dan udara bersih di pagi hari.
Aku bersyukur diberikan kesehatan, sehingga aku bisa menjalankan aktivitas sehari-hari.
Aku bersyukur atas segala nikmat yang sudah diberikan kepadaku baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Betapa banyaknya, dan aku tidak bisa menghitungnya.
Terimakasih Tuhan, terimakasih alam, terimakasih anggota tubuhku, terimakasih alam, aku sayang kepadamu, aku mencintaimu.

Ucapkan kata-kata di atas dalam suasana hening, penuh dengan perasaan, bayangkan semuanya memberikan ucapan selamat kepada Anda, menepuk-nepuk bahu Anda, bersalaman kepada Anda. Tuhan pun tersenyum melihat Anda penuh rasa syukur dan Dia berjanji akan menambah nikmat-nikmat yang lain walaupun tidak kamu minta. Subhanallah.... Cara lain yang biasa saya lakukan adalah bangun malam untuk salat Tahajud dan tadarus Alquran. Agar dipermudah bangun malam baca tulisan saya yang berjudul 'Berdamai dengan Diri Sendiri'. Ada satu perasaan bahagia yang tiada tara ketika membuka mata pada pukul 03.00. Sambil mengucapkan alhamdulillah saya bangun dengan penuh senyum dengan perasaan Allah juga senang melihat hambanya bangun pada dini hari.

Saya ambil air wudu, saya basuh satu per satu anggota rukun wudu sampai selesai. Saya ambil sajadah, kain sarung, dan baju sopan yang bersih serta mengenakan tutup kepala. Allahu Akbar.... Kuucapkan kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa di keheningan malam. Lagi-lagi aku melihat Tuhan tersenyum lebar, gembira melihat hambanya bertafakur, berdoa, bermunajat, merendahkan diri, bersujud di depan Sang Pencipta. "Sesungguhnya salatku, hidup, dan matiku hanyalah milik Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu." Ayat demi ayat dilantunkan secara perlahan, benar-benar terasa nikmat dan lapang dada. Ketika saya ingat dosa-dosa saya tak terasa air mata pun berlinang, apakah Allah masih mau untuk memaafkan saya? Padahal dosa selama hidup baik yang terasa maupun yang tidak terasa jumlahnya sangat banyak. Saya pasrahkan kepada kebesaran Zat Yang Maha Pengampun, mudah-mudahan masih mau untuk mengampuni hamba yang zalim ini.

Saya benar-benar menikmati gerakan demi gerakan salat sampai salam. Lagi-lagi entah mengapa rasa bahagia tersebut seolah masuk ke dalam diri dan memeluk erat-erat seakan tidak mau terlepas dari batin dan tubuh saya. Setelah berdoa saya ambil HP untuk mengirimkan SMS kepada teman-teman yang biasa qiamulail (salat di tengah malam secara teratur: red) atau kepada siapa saja yang sekiranya saya kenal. Siapa tahu dia terbangun dan menjalankan salat malam juga. Isinya kira-kira, "Ass wr wb. Dengan segala kerendahan hati, marilah kita menyerahkan diri kepada Zat Sang Maha Pencipta untuk salat malam, tadarus Alquran." Kalau kebetulan hari Senin atau Kamis pagi ditambah dengan kata-kata, “ .... bagi yang berniat puasa sunah Senin atau Kamis dipersilakan untuk makan sahur." Kemudian saya kembali salat sampai beberapa kali takbiratulihram (takbir yang diucapkan pada awal salat: red) dan salam. Selesai salat ada yang membalas SMS tersebut. Muncul lagi perasaan bahagia karena bisa berbagi kebahagiaan dengan sesama. Usai salat dilanjutkan dengan tadarus Alquran sampai datang waktu salat subuh.

Keesokan harinya rasa bahagia tersebut menjadi teman sampai sore hari bahkan sampai malam harinya lagi. Ketika berjalan seakan-akan alam menyapa dan senyuman dan lambaian. Semuanya tersenyum, semuanya melambai, semuanya mendukung. Kondisi seperti itu benar-benar memengaruhi kita ketika berkomunikasi dengan orang-orang. Terlihat penuh semangat, antusias, percaya diri, dan yang lebih penting muncul ketulusan dalam berbagai bentuk pembicaraan. Pekerjaan tidak terasa sebagai beban tapi terasa senang menjalankannya. Kebahagiaan internal benar-benar dapat mempengaruhi kondisi eksternal dan akhirnya bisa mencapai kebahagiaan eksternal. Sampai di sini saya dapat mengambil kesimpulan, apabila kita menggapai kebahagiaan internal, maka kebahagiaan eksternal dengan sendirinya dapat dicapai. Memang untuk mencapai kebahagiaan ekstrnal berupa materi membutuhkan waktu. Sesuatu kalau ingin terwujud secara materi ada hukum-hukum tersendiri yang tidak bisa dilawan. Misalnya saja, kalau kita ingin berhasil sudah tentu kita harus ulet, rajin, konsisten, dan berusaha terus-menerus. Demikian juga kalau ingin mencapai yang kita inginkan, ada jeda waktu untuk mencapainya. Tapi, kalau kondisi kita berada dalam positive feeling, maka waktu tersebut tidak menjadi masalah asalkan bisa tercapai. Kita memiliki sikap sabar dan tawakal.

Hidup Penuh Makna, Bahagia,
Damai dan Sejahtera. [aas]

* A. Asep Syarifuddin adalah pimpinan redaksi sebuah koran di Jawa Tengah. Ia dapat dihubungi melalui blog: http://hidupbermakna.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman