KRISTIANTO PURNOMO
Pendiri Fly Free for Health, dr Wei hadir pada peluncuran Kompas Female di Mario's Place, Jakarta, Kamis (22/10).Selasa, 15/12/2009 | 15:05 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Bagi Anda pembaca setia rubrik kesehatan Kompas.com, mendengar Dr.Love mungkin sudah tidak asing lagi. Kolom tanya jawab singkat seputar masalah seks dan hubungan personal itu hadir telah sejak dua tahun lalu dan kerap mengundang perhatian lewat pembahasannya yang ringan namun menggelitik.
Meski jawaban-jawaban Dr. Love sudah akrab bagi pembaca, mungkin tak banyak orang tahu siapa sebenarnya sosok Dr Love. Dilihat dari sisi penampilan, pria bernama asli Wei Siang Yu (40) itu mungkin lebih pas disebut artis atau DJ (disk jokey). Tampil berbusana kasual dengan kaca mata bingkai tebal yang kerap "nangkring" di dahinya yang lebar membuatnya tampak jauh dari sosok seorang dokter.
Tetapi di balik penampilannya yang unik, pria asal Singapura ini punya visi luas tentang pendidikan seks. Ia juga menggagas konvergensi teknologi informasi dalam peranannya menciptakan model pendidikan kesehatan seksual yang nyaman terutama bagi kalangan generasi muda.
Ditemui Kompas.com di sela-sela pelatihan telemedis, informatika medis dan keperawatan online di Jakarta, Sabtu pekan lalu, Dr. Wei dengan santai memaparkan betapa pendidikan seks di Indoensia saat ini memerlukan suatu terobosan besar.
Hadirnya teknologi informasi telah mendobrak sekat antara jarak, ruang dan waktu dan membuat pemahaman tentang kesehatan seksual yang benar terutama di kalangan remaja menjadi sangat penting.
Menurut jebolan Monash Medical School Australia 1995 ini, di beberapa negara Asia termasuk Indonesia, problem seks masih menjadi hal yang tabu. Banyak remaja tak memperoleh akses infomasi yang cukup dan benar tentang kesehatan seksual, baik dari orang tua atau sekolah, sehingga mereka mencari sendiri melalui media seperti internet.
"Mereka malu untuk datang ke klinik dan bertanya. Mereka lebih nyaman untuk bertanya lewat media virtual seperti sms, chatting atau ikut forum di internet, karena dengan begitu identitas mereka tersamarkan ," ujarnya.
Perilaku ini mendorong Dr. Wei membuat suatu "revolusi" pendidikan seks dengan cara menyediakan layanan terpadu bersifat interaktif dengan dukungan teknologi multimedia.
"Ini adalah solusi terbaik. Jadi bukan hanya sekedar menyampaikan apa yang boleh atau tidak, tetapi lebih pada menciptakan sebuah forum besar dalam wadah multi-media. Dengan begitu, kita dapat memperoleh jawaban yang real. Dengan kata lain, pendidikan seks ini dibuat oleh masyarakat untuk masyarakat ," papar pria penemu bidang bio-communication dan menjadi nominator termuda dalam CNN People Choice Award pada tahun 2003 ini.
Sejak beberapa tahun lalu, Dr. Wei mewujudkan gagasannya dengan mendirikan layanan hotline SMS Dr Love. Ia juga mendirikan portal pendidikan seks Sexxie.tv, di mana di dalamnya terdapat pelbagai layanan interaktif seputar kesehatan seksual. Situs jejaring sosial seperti Twitter pun tak luput dari ekspansinya, sehingga pendidikan seks dapat diakses siapa saja, kapan saja, di mana saja.
Respon terhadap apa yang dirintisnya selama ini, diakui Dr.Wei diakui sangat positif. Ribuan remaja dan dewasa mengirimkan sms lewat hotline, dan dari situlah ia dapat mengetahui apa sebenarnya yang terjadi.
"Memberi kesempatan kepada siapa pun untuk bertanya tanpa diketahui identitasnya akan membantu kita mengetahui apa sebenarnya yang mereka inginkan," kata pria lajang yang juga penggagas pusat pariwisata medis pertama di dunia, www.flyfreeforhealth.com ini.
Ke depan, Dr. Wei berharap konvergensi antara tenaga kesehatan dan layanan multi-media bakal terwujud. Dalam waktu dekat, portal Sexxie.tv yang dikembangkannya bakal menyediakan klinik virtual khusus PMS (penyakit menular seksual). Klini ini akan memudahkan orang untuk memeriksakan kondisinya terutama mereka yang malu berkunjung ke klinik.
Dibantu para ahli kesehatan, klinik virtual ini nantinya membolehkan siapa pun tanpa harus menyebut identitas lengkap mengirimkan gambar lewat ponsel kamera untuk memeriksakan luka atau lesi yang dicurigai sebagai PMS.
“Hal ini tidak untuk dimaksudkan untuk menggantikan konsultasi tatap muka di klinik dengan dokter, tetapi akan lebih indikatif ketimbang mencari gambar lesi kulit di internet,” ujarnya.
Dalam benak Dr. Wei, sebenarnya masih banyak ambisi dan cita-cita yang belum direalisasikannya. Termasuk sebagai seorang pria, Dr. Wei berharap suatu hari nanti akan menemukan pasangan sejatinya.
Dengan kesibukannya sebagai "dokter cinta", mungkin tak mudah baginya menemukan seseorang yang tepat. "Di sela-sela kesibukan, saya juga masih menyempatkan diri untuk berkencan. Tapi kita harus realistis karena sebuah hubungan itu butuh waktu dan energi," ungkapnya.
AC
Editor: acandra
http://ceriwis.us
Tidak ada komentar:
Posting Komentar