Jumat, 31 Oktober 2008

I DON’T LIKE MONDAY! ITU MAH SUDAH KUNO!

Oleh: Afra Mayriani

“I don’t like Monday…” adalah sepenggal lirik dari sebuah lagu yang pernah dinyanyikan oleh Bob Geldof (mudah-mudahan saya tidak salah mengeja namanya). Ya, lirik yang ternyata dapat mewakili berbagai perasaan yang dialami kebanyakan oleh karyawan hari gini. Perasaan gundah dan kurang senang akan suatu hari yang bernama Monday (Senin). Hari yang telah terlanjur menjadi momok menyebalkan bagi sebagian besar orang, khususnya karyawan. Mengapa demikian?

Bagi sebagian besar karyawan, hari Senin merupakan penanda dimulainya kembali suatu rutinitas dan kesibukan. Banyak orang menjadi tidak punya waktu dan tidak tahu waktu, dan itu dimulai dari hari Senin. Hari Senin pada akhirnya menjadi hari yang tidak mengenakkan setelah nikmatnya liburan akhir pekan usai. Hari yang menjadi terpaksa untuk dijalani. “Mudah-mudahan terasa cepat lewatnya,” kelakar seorang teman yang pernah saya dengar.

Yang unik dan menggelitik, lirik yang dinyanyikan oleh Bob Geldof tersebut dipelesetkan oleh sekumpulan orang muda. Tentunya sekumpulan orang muda yang memiliki tingkat kreativitas tinggi. Lagu yang tadinya memiliki “ambience” negatif dan cenderung tidak bersemangat tersebut digubah menjadi “jingle” iklan yang dinamis. Irama lagu dibuat semangat, mencerminkan jiwa baru yang menyenangi tantangan. “I Like Monday, itu sudah biasa…” demikian penggalan liriknya. Sungguh lirik yang sangat bertolak belakang, bukan?

Bila kita sadari, sebenarnya lirik iklan tersebut menyindir sekaligus menantang kita semua. Bagaimana tidak, lirik tersebut mengejek kita yang sering berkeluh kesah dan mengumpat bila hari Senin datang. Segudang persoalan baik di kantor maupun dalam bisnis menjadi faktor penghalang kita menikmati hari baru tersebut. Apalagi ditambah kemacetan dan kesemrawutan Jakarta. Kita selalu bersungut-sungut, kening berkerut dan selalu tampak kesal.

Semua dikarenakan kesibukan dan kepadatan waktu kita mengurusi semua pekerjaan yang ada. Nah, hebatnya lagi, iklan tersebut telah mampu menarik benang merah dari semua keluhan-keluhan seputar hari Senin. Diramu menjadi senandung riang sebuah “jingle” pendek yang menyenangkan. Senandung yang mengingatkan bahwa hari Senin itu bukanlah awal dari ke-bete-an tetapi justru awal mulanya hari yang baik.

Lalu apa yang terjadi sehingga kebanyakan karyawan justru memandang hari Senin sebagai momok yang kurang menyenangkan? Pekerjaan yang sudah terlalu bertumpuk, atasan yang menyebalkan, dunia kerja yang tidak sesuai karakter, jalanan ibukota yang kian hari makin macet, bertemu rekan kerja yang tidak bersahabat, atau ada hal yang lain menurut Anda? Mungkin itu beberapa hal yang menjadikan hari Senin menjadi kurang begitu menyenangkan.

“Dari bangun tidur saja saya sudah malas berangkat ke kantor. Karena membayangkan harus bertemu dengan Bos yang menyebalkan!” Itu salah satu kalimat yang pernah saya dengar dari seorang rekan kerja. Fany namanya. Hari Senin menjadi permulaan dari mimpi buruknya dalam menghadapi atasannya yang berusaha menyingkirkannya. Memiliki atasan yang tidak menyenangkan merupakan salah satu faktor saja dari sekian banyak masalah yang dihadapi oleh banyak karyawan.

Lalu, bagaimana mengembalikan hari Senin ini menjadi hari yang menyenangkan sekaligus dapat mengembalikan semangat kita? Mudah saja sebenarnya. Hal-hal kecil yang sering terlupakan oleh kita sebenarnya jurus jitu menghindari dilema Senin ini. Dengan selalu mengerjakan pekerjaan Anda dengan cepat, dan, tidak membiasakan diri kita menumpuk serta menunda pekerjaan. Sehingga, pekerjaan seminggu lalu diselesaikan pada hari Jumat. Semoga Senin Anda pun menjadi lebih ringan.

Berpikirlah positif, karena dengan mengelola pikiran-pikiran positif dalam diri kita niscaya hasil yang didapat pun menjadi positif. Menghadapi tipe atasan dan rekan kerja yang “bossy abis”, seenaknya, tidak pernah mendengarkan ide-ide kita. Apalagi, tipe yang berusaha menjatuhkan Anda. Sampai, menghadapi atasan yang menghendaki Anda berhenti bekerja secara tidak langsung. Tetap berpikirlah dalam ketenangan dan damai. Biarkan semua pikiran positif mengalir ke dalam aliran darah otak dan hati Anda.

Jika sudah mentok, ambillah sisi positifnya. Yakni, Anda dapat berinternet dan pakai telepon gratis di kantor. Maksimalkan penggunaan fasilitas-fasilitas gratisan tersebut untuk kemajuan diri Anda sendiri. Anda dapat memantau bisnis sampingan Anda, meng-email klien-klien side job-an Anda. Bahkan, menyebarkan CV juga portfolio Anda. Tentunya melalui email pribadi, lho.

Kembali ke teman saya tadi. Untungnya, Fany tidak berlarut dalam kesuntukannya menghadapi hari Senin. Ia senantiasa semangat untuk berangkat ke kantor. Ada dua hal yang ia yakini dan membuatnya bersemangat. Satu adalah rasa syukur yang sempat ia lupakan. Syukur akan karunia Tuhan akan hari yang baru dan kesempatan dalam hidupnya.

Yang kedua adalah keinginannya yang besar untuk makin membuktikan pada atasannya bahwa ia mampu menyelesaikan setiap tantangan yang diberikan dengan hasil diatas rata-rata. Memang hanya dua hal itu saja, namun dampaknya bagi Fany sangat luar biasa. Kini ia tidak lagi mengumandangkan “I Don’t Like Monday”-nya Bob Geldof. “I Like Monday, Itu sudah biasa” kini berani dinyanyikan olehnya. Ya, Fany menemukan intisari dari hari yang ternyata luar biasa. Beranikah Anda menyanyikan “jingle” yang sama?

Jurus bersyukurnya Fany akan sangat berkhasiat bila diterapkan dalam kehidupan kita. Bila manjur untuk Fany, tentunya manjur pula untuk Anda dan saya. Belajarlah untuk berterima kasih kepada Tuhan setiap pagi hari setelah Anda bangun. Belajar berterima kasih artinya belajar melakukan segala hal juga beraktivitas dengan sebaik mungkin. Sebagai penutup, ada kutipan dari Alkitab yang begitu bagus. Yakni mengajarkan kita untuk selalu melakukan segala pekerjaan kita layaknya kita mengerjakannya untuk Tuhan.

“Lalukanlah setiap pekerjaan yang kamu lakukan seperti kamu melakukannya untuk Tuhanmu.” Demikian bunyinya. Sekarang marilah kita untuk sama-sama belajar berterima kasih![am]

* Afra Mayriani adalah seorang programing di sebuah perusahaan televisi berlangganan dan alumnus Sekolah Penulis Pembelajar (SPP) Angkatan II. Ia dapat dihubungi di email: aframayriani@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman