Jumat, 31 Oktober 2008

NARASI KEHIDUPAN -

Oleh: Adjie

Kita adalah kumpulan cerita
Kita adalah kumpulan narasi

Aku masih tercengang mendapati banyak fakta yang semakin menegaskan bahwasannya kita adalah kumpulan cerita. Setiap detik adalah adegan yang menentukan jalan cerita keseluruhan. Setiap detik saat berhadapan dengan banyak pilihan, sesungguhnya kita sedang ditantang untuk menentukan sendiri alur drama yang hendak dibangun. Pilihan detik ini, pilihan hari lalu, menentukan seperti apa kita hari ini dan akan datang. Langkah yang kita ambil yang berakar dari banyak pilihan yang tersedia pada akhirnya akan membentuk narasi kehidupan kita.

Cobalah simak kisah sejati Anda. Baca kembali narasi pribadi, yang mungkin selama ini belum pernah kita telaah. Kita bisa terkejut bukan main saat menemukan kebenaran bahwa apa yang kita raih, nikmati dan capai hari ini bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba. Pasti ada kisah lalu yang sedemikian rupa mengantarnya hingga menjadi cerita menarik hari ini. Narasi kehidupan sesungguhnya amatlah logis. Ada hukum tersembunyi tentang sebab akibat. Apa yang kita lakukan, apa pun itu, pastilah membawa konsekuensi sendiri. Sayangnya, belum semua kita memiliki kesediaan untuk menghayati fakta macam ini. Sebagian kita mungkin masih sibuk berharap ada keajaiban besar mewarnai kehidupannya. Memangnya kita ini siapa, kok berharap keajaiban?

Betul bahwa kadang rezeki datang dari sumber yang tak terduga. Namun aku masih amat yakin bahwa dari mana pun itu pastilah ada muasal, ada penyebabnya. Seperti sebuah garis, ada titik-titik yang saling terkait yang kemudian saling bersambung membentuk fakta kemudian hari. Tuhan pun tak merubah nasib kita, bila kita tak berupaya mengubah nasib. Kalau pun kita tak bisa merubah takdir, maka dengan upaya di tengah keterbatasan manusiawi, maka mungkin kita masih bisa sekedar berpindah dari satu takdir ke takdir lain. Namun itu lebih dari cukup, karena di sana masih menyimpan ruang bagi kebebasan kita.

Mendalami narasi kehidupan, maka sesungguhnya terbuka sebuah ruang amat besar bagi kita semua untuk membangun narasi impian pribadi. Kita punya hak dan punya daya untuk membuat pilihan yang kita yakini akan mengantar kita pada cerita bahagia di depan sana. Kita punya kemampuan membangun narasi masa depan. Memulai narasi hari ini pasti akan mengantar Anda sampai pada narasi masa depan.

Narasi orang yang dianggap teroris masa kini ternyata bisa terbaca dan ditelusuri dari narasi masa lalunya. Ada yang terpengaruh film dan buku. Ada yang menulis obsesi kematian, pemberontakan bahkan pembunuhan. Maka kemudian muncullah narasi-narasi lanjutan di kemudian hari. Ada yang benar-benar menuntaskan peran impiannya sebagai pembom atau pembunuh. Ada yang benar-benar nekad memimpin bunuh diri masal.

”Life is a narrative that you have a hand in writing.”

Benar kiranya apa yang pernah disampaikan oleh Henriette Anne Klauser, sebagaimana tertulis di atas, bahwa kitalah yang memegang pena atas narasi hendak kita bangun. Dan kita bisa membaca narasi-narasi banyak tokoh. Catatan Soe Hok Gie dan Ahmad Wahib adalah sebagian yang menarik untuk dicermati. Lalu, bagaimana dengan narasi Anda hingga hari ini?

”Aku pernah membongkar-bongkar tumpukan buku diary-ku. Kalau aku baca-baca lagi sekarang, paling tidak 60 persen yang aku tulis sudah terwujud,” begitu kata seorang kawan suatu siang kala kami sibuk dengan makanan di meja. Ini contoh tentang dan dari orang biasa, orang kecil. Pasti ada banyak contoh lain dari kisah orang ternama dan terpandang, betapa masa depan bisa mulai dituliskan hari ini. Betapa narasi hari ini adalah lanjutan kisah hari lalus.

Aku sendiri menjadi saksi betapa impian-impian yang pernah aku tuliskan memberi banyak cerita tentang aku hari ini. Di tengah serba keterbatasan yang ada, harus aku akui bahwa sekecil apa pun pencapaianku hari ini maka sebagian besar seakan sudah dirancang jauh hari. Aku yang terkagum pada gagasan membangun narasi masa depan, pernah tergila-gila membuat coretan tentang impian masa depanku. Walau tak rapi terjaga, namun pernah aku tulis semampu yang aku bisa. Dan banyak cerita hari ini yang menjadi alasan untuk terus melanjutkan semangat macam itu.

Dan benar, saat ada masa-masa di mana aku mengkaji ulang (review) narasi diri, aku sempat dibuat tercengang oleh kenyataan yang aku temukan kemudian. Lagi-lagi, di tengah serba keterbatasan yang ada, aku melihat bahwa apa yang telah aku capai sebagian besar adalah apa-apa yang telah aku tuliskan. Sedikit sekali pencapaian hari ini yang belum pernah aku mulai kisahnya sejak lama. Tak ada cerita yang datang tiba-tiba. Semuanya adalah narasi yang berlanjut dan saling kait.

Makin jelas tegas bahwa narasi masa lalu jadi pintu masuk ke arah narasi masa depan. Sekarang pilihan di tangan kita. kita yang memegang pena yang siap digoreskan, yang akan membentuk narasi itu. Kita yang memiliki kebebasan dalam berkehendak dan memilih, yang akan menentukan hasil apa yang kelak kita raih kemudian.

Ketika ada kebebasan teramat besar untuk memulai sebuah kisah, maka sekarang tergantung pada kita sendiri, goresan macam apa yang hendak kita tulis. Kesadaran bahwa kita hanya bebas berkehendak diharapkan akan mengantar kita pada pilihan untuk membangun narasi masa depan yang berbasis nurani. Mendasari narasi dan tindakan pada nurani semoga akan mengantar kita pada kisah abadi. Menjadi abadi, karena dengan nurani kisah kita tak sekedar menjadi lembar-lembar cerita semata. Menjadi kisah abadi, karena nurani akan menjadi energi yang akan memahatkan kisah kita di atas batu-batu sejarah. Kejujuran dan kebersihan nurani akan mengantar kita pada banyak narasi yang lebih humanis, yang menghidupkan, yang mencerahkan.

Selain bicara manisnya peran narasi dalam mengantar kita pada akhir kisah masa depan yang kita inginkan, maka akupun melihat bahwa narasi yang kita buat juga berperan dalam membantu kita untuk berdiri tegak di atas jalan drama yang kita lalui. Menuliskan narasi sederhana secara disiplin akan membuat kita menjadi makin tabah, makin kuat, makin aware (sadar). Membaca kembali narasi pribadi, kita akan diantar untuk membuat jarak dengan diri sendiri. Kita bisa membuat telaah atas apa yang sudah kita lakukan. Seperti membaca kisah orang lain yang merangsang empati. Kita makin memahami diri sendiri. Pemahaman akan diri sendiri serta meningkatnya kesadaran akan banyak membantu kita dalam membuat keputusan di belantara pilihan yang ada.

Sebagai penutup, aku akan kutipkan gagasan Virginia Satir. Sebuah gagasan yang amat relevan dalam kaitannya dengan upaya kita membangun narasi kehidupan pribadi. Buatku, Virginia seakan menitipkan pesan tambahan agar kita tak berhenti dan puas saat mampu memulai menulis narasi. Ada pesan lain agar kita juga menyediakan diri untuk tak bosan membaca ulang narasi yang pernah kita tuliskan. Gerak macam ini aku yakini akan mengantar kita pada sebuah kesadaran tingkat tinggi.

"I want you to get excited about who you are, what you are, what you have, and what can still be for you. I want to inspire you to see that you can go far beyond where you are right now."

Cimanggis – Tuesday – 24 April 2007

* Adjie sekarang ini ia masih berstatus sebagai karyawan di sebuah perusahaan multi-national dalam industri kimia. Sehari-hari, selain terus berlatih menulis, Adjie juga menempatkan diri sebagai Facilitator for Human Resiliency Development (FHRD). Ayah empat orang anak ini adalah peminat tema life balance dan mind empowerment. ‘Petualangan’ profesionalnya, sebagai praktisi maupun fasilitator independen, memberinya kesempatan untuk belajar dan berkarya di sejumlah perusahaan serta client. Ia pernah secara intensif memfasilitasi program outdoor-based training dan terlibat dalam sejumlah projek di area Competency-Based Assessment.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman