Selasa, 04 November 2008

Gelombang Ketiga di Indonesia

Oleh: Goenardjoadi Goenawan


Saat ini terjadi perubahan besar di Indonesia, banyak teman-teman yang bingung, terjadi PHK di mana-mana, investasi menyusut, pensiun dini, omset penjualan menurun drastis.

Ibaratnya, kalau dulu banyak training provider yang menggaransi bila sales menurun, dan mengikuti training, bila sales tidak meningkat, maka tidak usah membayar, maka training provider itu bisa bangkrut... Karena tidak ada cara yang bisa menjamin meningkatnya penjualan saat ini di tahun 2006.

Apa yang terjadi?

Bagaimana gonjang-ganjing dunia karyawan begitu hebat saat ini mengocok-ngocok perasaan jiwa begitu dasyat efeknya, PHK di depan mata...

Mengapa ini terjadi?

Fenomena saat ini bisa djelaskan mulai dari Gelombang Pertama.

Anda masih ingat Gelombang Pertama, Gelombang TAPOS. Dulu pengusaha terdaftar di kelompok konglomerat dan berkumpulnya di Tapos. Ekonomi dulu dilaksanakan dengan urutan stabilisasi, pertumbuhan, dan pemerataan. Makanya pemerataan yang dimaksud adalah persen keuntungan yang diberikan kepada koperasi (ekonomi rakyat).

Gelombang Pertama dulu memang kelihatan enak bagi dunia karyawan, ibaratnya dulu lulus sekolah kerja di BCA atau Citibank menikah beli rumah punya anak. Hidup enak. Life is easy. Itu dulu.

Gelombang Kedua terjadi mulai tahun 1999, yaitu Gelombang Marketing Bisnis Menengah. Karena krismon (masih ingat lagu Aku Cinta Rupiah?), maka pengusaha Gelombang Pertama tumbang karena tidak sanggup membayar utang dalam USD.

Akibatnya, bermunculan pengusana golongan menengah, dulu anda tidak mengenal Bhakti Investama, sekarang menjadi pemilik Bimantara dan RCTI, TPI, dan Global TV. Dulu anda tidak mengenal Adira Finance, tahunya ACC atau Astra. Dulu kita tidak mengenal Garuda Foods, tahunya Gudang Garam.

Kita heran, bagaimana BCA dibeli Djarum, dan Wings Group tiba-tiba menguasai pasar FMCG. Bread Talk, Rudy Hadisuwarno, dan Mc Donald, Dunkin Donuts, dan Cafe Ohlala menjamur.

Dulu kita tahunya Citraland, sekarang kita tahunya Agung Podomoro Group, Permata Mediterania, Gading mediterania, Bukit Golf Pantai Indah Kapuk, Garden Mediterania. Sampai kita bingung ini di Indonesia apa di Mesir, kok serba mediterania.

Pengusaha golongan menengah bermunculan dan eranya disebut kemenangan era marketing. Hermawan Kartajaya menjadi panglima, diiringi oleh Frontier Consultant, yang menerbitkan majalah Marketing. Simon Jonathan yang berhasil membesarkan Extra Joss pun mengikuti jejak Kafi Kurnia yang dulunya marketing manager Hero Supermarket.

Golongan menengah bermunculan. Maspion maju, “Cintailah Produk-produk dalam Negri”, begitu iklan presiden direkturnya. Sampoerna A Mild berjaya. Dulu kita heran, kok semuanya mengikuti A Mild, ada LA Light, X Mild, masih ingat Losta Masta? Itulah era marketing pada Gelombang Kedua, gelombang bisnis menengah.

Hingga tahun 2005 tersapu oleh Gelombang Ketiga yaitu gelombang desentralisasi kekuasaan. Awal tahun 2005 kita sibuk dengan dimulainya pilkada di Kabupaten Tenggarong. Tiba-tiba pengusaha menjadi penguasa. Pilkada di Tuban terjadi perang antar kelompok pengusaha. Jangan heran pengusaha Fadel Muhamad menjadi Gubernur. Akibatnya, terjadi beberapa hal yang menekan bisnis golongan menengah:

1. Globalisasi artinya hilangnya subsidi BBM maka menurunkan daya beli.
2. Ekspansi jumlah wajib pajak, kalau dulu wajib pajak hanya 1 juta maka saat ini menjadi 10 juta wajib pajak. Siapakah mereka? Golongan Menengah.

Bisnis golongan menengah mengalami tekanan hebat, baik dari atas, dari samping dari bawah. Demo buruh dulu bisa diredam dengan sosok karisma pemilik usaha.

Dulu kalau buruh demo di Jawa Timur, pemiliknya hanya berkata Ayo semuanya pulang, pulanglah, besok kerja lagi.... semuanya menurut.

Sekarang, golongan menengah pusing dengan segala pungutan. Pungutan dulu hanya 1 macam, kalau sudah ke yayasan Cendana, beres. Sekarang ada 24 macam pungutan. Belum soal perda. Itu menjadi pungutan lain lagi. Akhirnya golongan menegah terdesak. Adira Finance dijual. Ramayana group mengalami kesulitan. Maspion rencana pindah. Jangankan Maspion, Sony, Panasonic saja mengalami problem dengan investasi di Indonesia. Maka investasi menyusut. PHK di mana-mana, pensiun dini. Dan sengketa soal pesangon muncul di mana-mana.

Gelombang Ketiga saat ini sifatnya seperti tsunami ekonomi, menyapu semua orang. Maka di Indonesia bisa dikatakan semua serba baru.

Yang dulunya naik mobil, sekarang naik motor. Yang dulunya membeli handphone, paling tidak handphone bekas, sekarang pakai wartel atau telepon koin.

Terjadi perubahan perilaku ekonomi Indonesia, saat ini terjadi ledakan entrepreneur UKM. Edam Burger memiliki 2.000 cabang. Primagama ada 500 Cabang. Anda bisa heran ada Franchise Gerobak Mie Sapi, hanya Rp 3.500.000 itu pun dikembalikan kalau gerobaknya dipulangkan.

Gelombang Ketiga memaksa ekonomi konsumtif menjadi ekonomi produktif, ekonomi UKM, ekonomi entrepreneur.

Akan terjadi ledakan Gudang Babe "Barang Bekas", Franchise Bakmi, Nasi Goreng. Franchise Ayam Panggang saat ini dijual hanya Rp 18.500.000 saja.

Tidak ada yang bisa melawan alam, alam mengatakan lebih banyak yang mencari kerja daripada lowongan kerja, maka lebih sulit bagi kita untuk melamar kerja, dan pilihannya adalah UKM. Salam.

* Goenardjoadi Goenawan adalah lulusan Fakultas Teknologi Pertanian, IPB dan Magister Manajemen Universitas Indonesia. Ia telah berkarir di dunia marketing fast moving consumer goods, baik perusahaan lokal maupun multinasional. Terakhir menjabat sebagai Business Development Manager Consumer Products, Hewlett Packard Indonesia. Saat ini ia menjadi founder ESQCU Training & Consulting. Ia telah menulis beberapa buku, di antaranya adalah “Menjadi Kaya dengan Hati Nurani” (Elex Media). Penulis dapat dihubungi di: 081381168990 atau esqcu@yahoo.co.id.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman