Selasa, 04 November 2008

Kata-Kata Positif

Oleh: Joshua W. Utomo


Setiap pagi Stasiun Kereta Api Selatan (South Station) di kota Boston itu dipenuhi oleh ribuan manusia yang datang dari pelbagai wilayah di sekitar Metropolitan Boston.

Ribuan manusia dengan ribuan kepala dan ribuan ekspresi diri dan mimik muka tampak mewarnai Stasiun Kereta Api Selatan yang bila malam hari tampak lengang itu, kecuali pada saat badai salju dan hawa dingin menyerbu kota Boston, maka ratusan orang-orang gelandangan pun mencari perlindungan dan kehangatan di sana.

Kamis pagi ini pun tak jauh berbeda dengan pagi-pagi lainnya. Ribuan wajah menampilkan ribuan mimik muka yang menyimpan ribuan cerita dan suka dukanya masing-masing. Bila kita tidak sibuk memikirkan problem yang kita miliki, kita bisa melihat berbagai ekspresi wajah-wajah yang berlalu-lalang atau yang sedang duduk menanti kereta di Stasiun Selatan itu.

Wajah gembira dengan senyum dan tawanya ada di sana. Wajah kusut dalam kelelahan kerja ada di sana. Raut wajah duka dalam beban masalah rumah tangga ada di sana. Wajah putus asa dan tergesa ada di sana. Wajah berekspresi biasa atau bahkan tanpa ekspresi pun ada di sana. Anda pernah ke restoran dengan menu buffet kan? Nah, Stasiun Kereta Api Selatan di Boston ini mungkin tak jauh berbeda, hanya menu buffet-nya dalam skala yang jauh lebih besar--lha pilihannya ribuan, sih! Tahu maksudku, kan?! Sebab kalau sampek salah ngerti, bisa-bisa aku ini dianggap mempromosikan pola perilakunya si Sumanto yang kanibal itu. Kan bisa berabe nih!?

Temperatur Kamis pagi ini kembali jatuh hingga mencapai angka minus dalam derajat Celcius. Membuat sebagian dari ribuan wajah manusia di Stasiun Kereta Api Selatan Boston itu tak bisa kulihat dengan jelas. Karena sebagian besar telah menutup wajah-wajah mereka dengan kain-kain wool atau scarf demi melawan kerasnya angin dingin. Wajahku sendiri pun tampak tak begitu jelas, terkerudungi oleh scarf mbulak yang selalu setia menemaniku di saat hawa dingin datang mendera.

Hawa dingin membuat badanku yang sedikit letih ini semakin terasa lemah-lunglai saja. Kuayunkan langkah kakiku sedikit bergegas mencoba menerobos mencari jalan di antara ribuan manusia lainnya yang juga mulai tak tahan melawan angin dingin pagi ini. Sedikit sekali orang yang teribat dalam percakapan pagi ini. Masing-masing sibuk dengan diri mereka sendiri. Aku pun cukup sibuk dengan perjuangan melawan hawa dingin dan juga keletihan yang menyerang tubuhku pagi ini.

Sekitar sepuluh meter dari gerbong kereta api warna ungu, tiba-tiba aku dan ribuan manusia lainnya dikejutkan oleh suara merdu seorang laki-laki yang amat familiar menyapaku (dan tentu saja semua manusia lainnya pada pagi ini). Suara yang mirip suara penyiar radio terkenal atau pembaca berita di TV itu tidak hanya merdu sehingga enak didengar, tapi lebih daripada itu setiap kata dan ungkapan yang digunakan oleh si pemilik suara itu sangat menyegarkan dan seringkali terdengar kocak sekali. Setiap kali mendengar suara tak berwajah itu, aku hanya bisa tersenyum geli. Bahkan kadang aku tertawa terbahak (nggak keras-keras banget kok, bisa dianggap linglung nanti:) sendiri saat pemilik suara itu melemparkan humor-humor segarnya.

Wajah-wajah membisu dan membeku pun seketika mencair dan mulai menampakkan senyumnya. Suara merdu dan kata-kata penyiar radio lokal di Stasiun Kereta Api Selatan Boston yang positif, ringan dan menggelitik itu mengingatkanku pada betapa ampuhnya kata-kata itu. Kata-kata yang bernada positif mampu menguatkan kita pada saat lemah, dan menyegarkan pikiran kita kala kusut. Seperti yang dilakukan oleh suara penyiar radio lokal di stasiun kereta api selatan itu.

Dalam bukunya yang berjudul "Secrets From the Mountain" Pat Williams menceritakan sebuah percobaan yang dilakukan terhadap sekelompok pelajar. Percobaan itu adalah sebagai berikut:

“sekelompok pelajar itu diberitahu bahwa menurut hasil penelitian para ahli ilmu pengetahuan telah diketemukan bahwa anak-anak yang bermata coklat itu lebih pandai daripada anak-anak yang bermata biru.”

Tak seberapa lama kemudian, prestasi belajar anak-anak bermata coklat pun meningkat dengan drastisnya.

Beberapa Minggu kemudian, dikatakan lagi pada anak-anak pelajar itu bahwa ternyata hasil penelitian para ahli ilmu pengetahuan tersebut salah. Yang benar ternyata adalah bahwa anak-anak yang bermata birulah yang lebih pandai daripada anak-anak yang bermata coklat.

Alhasil, dalam waktu singkat berubah sudah prestasi anak-anak itu. Prestasi anak-anak yang bermata biru pun melesat dengan cepatnya, meninggalkan anak-anak yang bermata coklat.

Dari percobaan tersebut diketemukan bahwa kata-kata itu memang memiliki kekuatan yang mampu mempengaruhi perilaku dan sikap kita--baik ataupun buruk. Kata-kata itu tak hanya bisa mempengaruhi perilaku dan sikap anak-anak tapi juga perilaku dan sikap orang dewasa. Tidak percaya silahkan dicoba!

Nasihat untuk saling meneguhkan yang satu dengan yang lainnya dengan kata-kata jujur yang positif dan menghibur merupakan sebuah nasihat yang tak hanya praktis tapi juga sungguh mulia dan sangat mendalam maknanya dalam hidup kita ini.

Semoga kita dimampukan untuk bisa saling menguatkan dan meneguhkan sesama kita dengan menggunakan kata-kata yang positif (booster words) dan sikap yang tulus agar senyum pun bisa mengembang dimana-mana. Kalaupun ada air mata yang berlinang, semoga itu adalah air mata bahagia (bukan air mata duka apalagi air mata buaya!).

* Joshua W. Utomo, M.Div., D.Hyp., C.Ht., adalah seorang psikoterapis, penyair, corporate trainer/entertainer, motivator/hipnoterapis, dan penulis yang sekarang sedang berkelana di Boston, AS. Dia adalah pendiri Heal & Grow Center™ (www.healandgrowcenter.com) sebuah pusat penyembuhan holistik. Bersama istrinya (Cynthia C. Laksawana) mendirikan Sanggar Kinanthi™(www.sanggar-kinanthi.com) dan JW Utomo Productions™ (http://masterhypnotistusa.tripod.com) sebagai wahana mereka berseni-budaya dan berkiprah bagi kemanusiaan. Dia dapat dihubungi via prof_jw@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman