Kamis, 13 November 2008

S e t e l a h m i m p i , l a l u a p a ? [02]

Oleh Danang A. Akbarona

Teman-teman, dalam tulisan yang lalu saya telah menyampaikan bahwa saya sangat termotivasi oleh perkataan Walt Disney I f y o u c a n d r e a m i t , y o u c a n d o i t ! Saking besarnya dorongan motivasi itu, pada tiap kesempatan saya selalu mengatakan dan menuliskan I’m dreaming. Seorang teman yang penasaran sampai menanyakan “kamu sedang mimpi apa, nang?” dalam kata pembuka pesan chating-nya, karena membaca status Yahoo Messager saya tertulis kalimat itu. Teman, saya memang sengaja mengaktifkan memori saya dengan ‘kata positif’ itu, siapa tahu akan hadir energi positif yang selalu menyertai “proses menjadi” (on becoming) saya kepada tujuan yang hendak saya capai.

Selanjutnya, saya benar-benar sadar bahwa tidak cukup bekal ‘bermimpi’ saja untuk bisa menjadi apa yang kita inginkan. Saya, dan tentunya anda juga setuju, tidak ingin menjadi orang yang dikatakan ‘bermimpi di siang bolong’ atau ‘mimpi doang lo, ga kongkrit!’. Ada variabel atau syarat-syarat lain yang mengikuti mimpi kita untuk mewujud menjadi kenyataan.

Pada kesempatan ini saya belum mau masuk lebih detil pada syarat-syarat itu—yang saya baca dan pelajari dari buku-buku dan pengalaman orang. Saya hanya ingin memperbincangkan (jadi anda juga bisa, atau malah harus, ikut nimbrung) bagaimana kriteria mimpi yang realistis! (emang ada mimpi yang realistis? ;))

Untuk memulai perbincangan ini, saya akan berangkat dari definisi ‘kecerdasan aspirasi’—atau dalam bahasa saya yang lebih sederhana ‘kecerdasan mimpi’—seperti yang ditulis oleh tiga serangkai D.A.K, dalam bukunya Kecerdasan Milyuner (Ahaa, 2003),

Kecerdasan Aspirasi adalah kecerdasan manusia dalam m e n g e n a l i dan m e n g e l o l a mimpinya

Dalam defenisi tersebut ada kata ‘m e n g e n a l i’ dan ‘m e n g e l o l a’. Saya tidak akan masuk dulu pada kata yang kedua, tapi saya akan mendalami dulu kata yang pertama ‘m e n g e n a l i m i m p i’. Teman, inilah syarat pertama supaya mimpi kita tidak menjadi pepesan kosong, tanpa bukti. Kita harus mampu mengenali keinginan kita dengan jelas dan spesifik.

Seorang yang memiliki ‘kecerdasan mimpi’ yang tinggi, tercermin dari kejelesan dalam menyatakan keinginan-keinginan secara spesifik. D.A.K memberi contoh, seorang anak yang cerdas aspirasi rendah, ketika ditanya apa keinginannya akan menjawab dengan samar, seperti “Saya ingin main.” Bandingkan dengan jawaban anak cerdas aspirasi tinggi berikut, ketika ditanya pertanyaan yang sama, mereka menjawab “Saya ingin main kelereng.” Jawaban anak yang kedua lebih jelas dan lebih spesifik dari jawaban anak yang pertama.

Bukan hanya anak kecil, ada banyak orang dewasa yang sulit merumuskan keinginannya, seperti pernyataan “Saya ingin kaya, saya ingin uang banyak” atau “Saya ingin menjadi orang yang berguna,” dll. Saya sendiri, ketika disodorkan pertanyaan yang mirip, masih sering kelabakan dengan jawabannya. “Nang kamu ingin jadi apa?” (nah loh ;)), tapi belakangan saya belajar bahwa jawaban jelas dan spesifik itu penting. Saya akhirnya membiasakan diri untuk memikirkan dan menemukan jawaban-jawaban yang pas (jelas dan spesifik) sekaligus menggerakkan hasrat (bocoran ;), ini syarat yang kedua supaya mimpi kita tidak menjadi pepesan kosong, nanti kita perbincangkan pada kesempatan lain).

Saya dan seorang teman yang punya bakat kaya ;), misalnya, sekarang sering bermimpi “Saya ingin berpenghasilan 500 juta setahun pada umur 40 tahun” Atau kemarin, misalnya, saya katakan kepada teman “Bulan ini saya harus dapat uang satu juta” (bukan dari nyolong, ngutang, ngredit, de-el-el, gimana caranya ya?). Ada orang lain dengan kecerdasan aspirasi tinggi yang mengatakan begini:

“Saya ingin menjadi presiden AS pada usia 50 tahun”
(ini pernyataan Anthony Robins “the most motivational coach in the world”, seperti yang dikutip Mr. Tung Desem Waringin dalam satu seminar yang saya ikuti)

“Saya ingin batu nisan saya tertulis: Telah dimakamkan di sini the most marketing contributor in the world”
(ini pernyataan Hermawan Kertajaya dalam seminar “Marketing (Yourself) in Venus” beberapa waktu lalu di kampus UI Depok).

Andreas Harefa, dkk pendiri sekaligus pengelola Indonesia School of Life, membuat visi anak bangsa Indonesia 2045 dengan bunyi sebagai berikut:

Bangga menjadi anak bangsa Indonesia dengan cara menjadi kebanggaan bagi Indonesia

Para orang sukses dengan kecerdasan aspirasi tinggi yang menjadi pemimpin biasanya akan tampil sebagai pemimpin yang visioner. Mereka mampu merumuskan visi jangka panjang dengan penggambaran yang jelas. Sukarno, presiden pertama kita, telah menuliskan keinginannya untuk melihat Indonesia merdeka dalam bukunya Di Bawah Bendera Revolusi, jauh hari sebelum tahun 1945. Mahatma Gandhi yakin dengan keinginannya, bahwa India akan merdeka dari Inggris, dengan cara-cara tanpa kekerasaan.

Kita juga bisa belajar dari seorang Bill Gates, pendiri perusahaan pembuat software komputer personal, yang pada awal tahun 80-an telah menyatakan bahwa

kelak akan ada sebuah komputer personal di setiap meja di dunia

Dalam buku Kisah Sukses Pebisnis Dunia yang diterbitkan oleh Intisari (2003) dikisahkan secara apik, Bill “the boy billioner” adalah seorang yang memiliki visi yang telah melompat beberapa dekade ke depan. Bill adalah sosok yang sangat ambius dengan prestasi ‘gila’. Ambisinya amat besar untuk selalu jadi nomor satu. Di kelas 4, ketika harus menulis laporan sepanjang 4 – 5 halaman tentang bagian tubuh manusia, ia membuat lebih panjang dari itu. Untuk tugas cerita pendek sepanjang dua halaman, ia menyotor lima kali lipat panjangnya.

Sejak kelas 2 SLTP, bersama teman-temannya, ia telah membentuk kelompok kecil yang bertujuan mencari peluang bisnis bagi komputer yang diberi nama Lakeside Programmers Group. Sejak saat itu, Bill dkk telah disewa oleh beberapa perusahaan besar untuk mencari kelemahan program-program mereka. Di kelas 2 SMU, Bill pernah berkata kepada Paul Carlson, teman main yang nantinya menjadi salah seorang dari tiga pemrogram pertama Microsoft, ia bakal menjadi jutawan pada usia 30 tahun.

Karena kejeniusannya, Bill telah diterima di Universitas Harvard untuk periode musim gugur yang masih setengah tahun lagi. Saat itu, ia belum lagi menyelesaikan studi SMU-nya. Bahkan ketika daftar ulang, Bill sudah memperoleh izin dari universitas untuk menagmbil mata kuliah tingkat S1 dan S2 sekaligus. Kepada Bill Hucks, teman sekelasnya di SMU, ia berkata, “saya akan mencetak 1 juta saya yang pertama pada usia 25 tahun.”

Perusahaan Microsoft (singkatan dari Microcomputer Software), yang mengangkat popularitas dan kekayaannya saat ini, didirikan pada musim panas 1975, ketika Bill Gates berusia 19 tahun. Melalui Microsoft ini, Bill dkk mengembangkan BASIC yang kemudian menjadi standar industri dan menjadi fondasi dari perangkat lunak komputer di seluruh dunia. Melalui Microsoft pula, Bill mengungkapkan mimpinya di awal cerita ini, kelak akan ada sebuah komputer personal di setiap meja di dunia.

Saat Bill menginjak usia 24 tahun, Microsoft telah berpenghasilan AS $ 7 juta per tahun dengan hanya 40 orang pegawai. Mimpinya di SMU (mencetak 1 juta pertama di usia 25 tahun) terlampaui 7 kali lipat. Pada tahun 1991, karyawan Microsoft telah mencapai 10.000 orang, dengan omset AS $ 4,5 milyar (tahun 1994). Pada usia 35 tahun, Bill sudah dipandang sebagai “dewa” oleh dunia industri komputer. Pada tahun 2003, kekayaan Bill versi FORBES AS $ 40,3 milyar. Tahun 2004 meningkat menjadi AS $ 46,6 milyar, dan masih tetap menjadi orang terkaya di AS. Kekayaannya jauh di atas GDP negara Sudan yang hanya AS $ 13 milyar (2003)—data versi US Departement of State.

Sukarno, Gandhi, dan Bill Gates adalah orang-orang yang telah membuktikan mimpinya menjadi nyata. Kalau kita amati dengan cermat, mereka adalah orang-orang yang dapat menggambarkan mimpinya dengan jelas dan spesifik. Saya yakin, kita semua bisa bermimpi untuk tidak mengatakan tidak ada orang yang tidak bisa bermimpi. Anda mungkin pernah punya mimpi yang jelas dan spesifik, bahkan ada sebagian yang sudah tercapai. Sebagian yang lain, mungkin sedang bermimpi dan terus menajamkan mimpinya menjadi lebih jelas dan spesifik.

Saya sendiri, saat ini, sedang bermimpi. My year’s resolutions untuk 2004, salah satunya menghasilkan 5 buku. Dua buku sudah saya rampungkan (dah beredar lo, ada di Gramedia ;)): Just Learn! And Life Will Never be Same Again (Pustaka Nauka, 2003) dan Agar Reformasi Tak Mati Suri, et.all (Pustaka Nauka, 2004). Di kepala saya masih ada beberapa judul yang siap menyusul diantaranya Kecerdasan Orang-Orang Besar, How to Success dan Rekayasa Sosial Umat Islam Menyongsong Masa Depan (rencananya dikeroyokin rame-rame bareng teman, anda berminat? Boleh banget!). Meskipun baru sebatas judul, setidaknya saya berusaha membuat mimpi saya lebih jelas dan spesifik. Bagaimana dengan Anda?


Danang A. Akbarona adalah Learning Partner pada Visi Learning and Consulting Jakarta. Ia menulis buku berjudul Just Learn! and Life Will Never be Same Again (Pustaka Nauka, 2003), Agar Reformasi Tak Mati Suri, et. All (Pustaka Nauka, 2004). Dapat dihubungi lewat, danang_az@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman