Kamis, 13 November 2008

Spy Kid” in School dan Kualitas Pendidikan -

Oleh Eko Indarwanto


Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) berpeluang besar mengalami kegagalan sebagaimana sistem cara belajar siswa aktif (CBSA) karena rendahnya kesadaran guru untuk melakukan dampingan dan pelaksanaan tanpa kontrol, sehingga sulit untuk menentukan ukuran keberhasilan atau kekurangannya.

Dalam sistem CBSA siswa dibiarkan sibuk dengan berbagai macam tugas yang diberikan dan guru sibuk untuk “ngrumpi” atau “ngobyek” dengan kedok membiarkan siswa untuk aktif belajar sendiri. Demikian halnya dengan KBK yang nasibnya tidak jauh beda dengan CBSA. Hal itu dikarenakan guru kurang memahami esensi pembelajaran dengan model baru. Kedua, kemampuan SDM guru yang rendah dalam menyikapi perubahan yang menekankan pada pembaruan dan mengedepankan kreativitas guru saat melakukan didikan dan ajaran.

Ketiga, guru dan kepala sekolah melakukan penafsiran sistem KBK sesuai dengan keinginannya sendiri, cenderung mencari hal-hal yang simpel dan mudah. Keempat, lemahnya pengawasan Diknas dari tingkat porvinsi sampai tingkat paling rendah di tingkat kabupaten atau kecamatan dalam pelaksanaan KBK memungkinkan kepala sekolah dan guru melakukan berbagai penyimpangan terhadap standar pendidikan dan pengajaran yang telah digariskan.

Untuk menutupi kelemahan-kelemahan tersebut, komite sekolah mempunyai peran sentral dalam mendorong dan memperbaiki mutu sekolah sesuai dengan sistem KBK. Adalah tugas Diknas untuk melakukan sosialisasi pentingnya dibentuk komite sekolah dalam setiap satuan sekolah atau gabungan beberapa sekolah.

Tidak sedikit pengamat pendidikan cemas jika komite sekolah tidak mampu mendukung pelaksanaan dan kemajuan sistem KBK. Idealnya. Komite sekolah tidak hanya mendorong transparansi dan akuntabilitas dana dalam sisi pengembangan dan kelengkapan fisik saja. Tetapi juga mendorong peningkatan mutu pendidikan di sekolah yang bersangkutan.

Tidak sedikit sekolah yang belum membentuk komite sekolah. Jikalaupun sudah terbentuk, peran komite belum maksimal sebagaimana fungsi dan tujuannya. Untuk mengatasi kendala tersebut, orang tua atau masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan harus aktif dalam melakukan kontrol dan pengawasan terhadap sekolah dan berjalannya proses pendidikan yang berdasarkan pada sistem KBK.

Orang tua dapat melakukan kunjungan secara berkala atau rutin ke sekolah guna mencari tahu tentang berbagai hal berkaitan dengan pendidikan anaknya. Seperti manfaat penggunaan seragam, buku pelajaran, penggunaan dana yang telah disumbangkan, dan kemanan siswa saat di sekolah dari. Aman dalam arti nyaman saat mengikuti pelajaran karena bangunannya dan aman terhadap gangguan sosial di lingkungan sekolah.

Tidak dipungkiri bahwa pihak sekolah akan selalu menjawab setiap pertanyaan orang tua murid atau siswa dengan hal-hal yang baik, dan jika menanyakan perkembangan anak, guru biasanya lebih sedikit terbuka dengan menceritakan beberapa kelemahan dan kekurangan siswa. Harapan guru, apa yang telah disampaikan semata-mata bukan kesalahan guru tetapi juga kesalahan siswa.

Untuk memberikan sumbangan nyata dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di setiap satuan sekolah. Ada baiknya, orang tua menempatkan anaknya sebagai mata-mata atau “spy”. Orang tua dapat menggali berbagai macam informasi tentang sekolah dari pelajaran, cara guru mengajar, kejadian-kejadian di sekolah dan lingkungannya dari cerita anak.

Orang tua mesti hati-hati dalam menanggapi setiap cerita mereka karena tidak jarang mereka melebih-lebihkan atau menutup-nutupi sebuah fakta karena beberapa alasan. Disinilah peran pentingnya orang tua untuk meningkatkan kualitas didikan dengan melakukan klarifikasi ke sekolah baik lewat guru yang bersangkutan atau kepala sekolah.

Menempatkan anak-anak sebagai “spy kid” bagi sekolah, baik yang sudah memiliki komite sekolah atau belum, sangat menunjang transparansi proses pendidikan menuju ke arah yang lebih berkualitas. Disamping itu meningkatkan peran komite yang berfungsi mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyenyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

Dari cerita anak-anak, orang tua dapat melakukan penilian sejauh mana kemampuan seorang guru menghadapi pertanyaan kritis siswa dan situasi dilematis yang disodorkan siswa secara tidak sengaja. Disamping itu, orang tua tidak harus cepat puas dan bangga diri jika anak-anaknya selalu memperoleh angka sembilan atau sepuluh dalam setiap test atau ulangan. Sebaliknya orang tua jangan cepat melakukan justifikasi kepada anak sebagai siswa yang bodoh karena terlalu sering mendapatkan nilai tiga atau empat.

Nilai, salah satu sumber informasi tentang proses peningkatan kemampuan anak yang dapat dikembangkan dalam sistem belajar mengajar. Pendidikan tidak bertujuan menggolong-golongkan anak yang cerdas dan yang kurang cerdas lewat simbol-simbol angka. Kualitas setiap anak tidak cukup dirangkum dalam angka 1 sampai 10 atau 100.

Adakalanya siswa mengeluh jika apa yang telah dikerjakan di sekolah tidak mendapatkan perhatian dan penghargaan dari guru karena guru memiliki keinginan dan ukuran sendiri tentang mata pelajaran. Siswa harus mematuhi keinginan dan cara berpikir guru jika ingin mendapatkan nilai yang bagus dalam kelas.

Guru tidak perlu apriori dan merasa selalu diawasi karena sistem pengawasan lewat “spy kid”, bagi negara yang sudah maju peran pengawas dapat dilakukan oleh siapa saja. Sebagai bentuk peran serta dan kepedulian akan peningkatkan mutu pendidikan, tanggungjawab dan profesionalisme guru.

Saatnya sistem KBK difungsikan sebagaimana mestinya dimana stakeholder pendidikan seperti komite sekolah yang terdiri dari orang tua siswa, pengamat pendidikan, pemuka atau tokoh masyarakat setempat dimana sekolah itu berada, pada perannya masing-masing.

Satu hal yang perlu dikhawatirkan, jika sistem KBK ini nasibnya sama dengan sistem CBSA bukan karena lemahnya peran masyarakat dan tidak adanya kemauan dari pihak sekolah. Tetapi karena lemahnya sosialisasi tentang komite sekolah dan minimnya peran pemerintah, dalam hal ini Diknas.

Diknas tidak seharusnya berpikir bahwa fungsi pengawasan telah digantikan oleh komite sekolah, sebagai bentuk peran aktif masyarakat dalam bidang pendidikan. Diknas tidak mungkin mengelak tanggungjawab yang ada di pundaknya karena masalah pendidikan dan kualitasnya adalah tanggungjawab pemerintah.*

*Eko Indarwanto adalah pemerhati masalah pendidikan dan anggota komite sekolah. Alumnus UGM ini tinggal di Yogya dan dapat dihubungi melalui email

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

instanx

tukar link

Total Tayangan Halaman